Wapres: Penguatan Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana adalah Prioritas

JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan mitigasi pengelolaan risiko bencana dan upaya pemulihan pascabencana di Indonesia harus tetap menjadi program prioritas, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

"Penguatan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana harus tetap dijadikan prioritas, sebagaimana komitmen dalam RPJMN 2020-2024 terkait lingkungan hidup, ketahanan bencana dan perubahan iklim," kata Wapres dalam sambutannya saat menutup Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana Tahun 2022 melalui konferensi video dari Jakarta, Kamis 24 Februari.

Merujuk pada data World Risk Index Tahun 2020, Wapres mengatakan Indonesia menduduki posisi ke-40 di antara 181 negara rentan bencana.

Sementara menurut data Kementerian Keuangan Tahun 2020, beban rata-rata yang harus ditanggung untuk menanggulangi bencana alam dan non-alam setiap tahun mencapai Rp22,8 triliun rupiah.

Selain itu, dari sisi korban jiwa, dalam kurun waktu 2016 sampai 2020 terdapat 30 juta orang mengungsi, 29 ribu orang terluka, serta tujuh ribu orang meninggal dunia dan hilang akibat bencana.

Beberapa jenis bencana yang sering terjadi di Indonesia antara lain cuaca ekstrem, gempa bumi, banjir, dan tanah longsor. Keempat jenis bencana tersebut berhubungan erat dengan isu krisis iklim, sehingga mitigasi bencana iklim juga sangat diperlukan, katanya.

"Melihat kondisi dan letak geografis Indonesia, pemetaan risiko iklim dan bencana menjadi mutlak diperlukan. Selain itu, isu krisis iklim semakin menuntut penanganan secara holistik dengan pendekatan multi disiplin," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Wapres juga menjelaskan saat ini terdapat beberapa instrumen kebijakan sebagai modal untuk pengelolaan risiko bencana yang lebih baik.

Instrumen tersebut ialah Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB), sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020, yang telah menyediakan peta jalan penanggulangan bencana jangka panjang hingga tahun 2044.

Dalam hal penganggaran, Indonesia juga memiliki Dana Bersama Penanggulangan Bencana, sebagai wujud semangat gotong-royong dalam pembiayaan risiko bencana.

Sedangkan bagi pemerintah daerah, lanjutnya, juga ada Standar Pelayanan Minimal sebagai ukuran minimal pelayanan kebencanaan yang harus diberikan kepada masyarakat.

Dengan modal awal yang dimiliki tersebut, Wapres meminta seluruh instrumen yang tersedia dapat dioptimalkan pelaksanaannya secara terpadu.

"Instrumen-instrumen tersebut tidak dapat serta merta membawa keberhasilan dalam penanganan bencana, sepanjang para pemangku kepentingan belum bekerja secara terpadu. Oleh karena itu, hendaknya seluruh pihak harus bersatu-padu menyumbangkan kontribusi terbaiknya agar ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana benar-benar terwujud. Tentu kita ingat, bencana adalah urusan bersama," katanya.

Menutup sambutannya, Wapres berharap agar Rakornas Penanggulangan Bencana Tahun 2022 dapat menghasilkan rumusan konkret dan membawa kemaslahatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

"Seluruh dedikasi waktu, tenaga, dan sumber daya, yang dicurahkan dalam menangani dan menyelesaikan krisis-krisis penanggulangan bencana di berbagai pelosok Indonesia, kiranya menjadi amalan yang tak ternilai. Selanjutnya, sinergi lintas unsur pentahelix ini harus senantiasa dikembangkan untuk terwujudnya ketangguhan bencana bagi kemaslahatan seluruh masyarakat Indonesia," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Mayjen TNI Suharyanto menekankan arahan Presiden Joko Widodo terkait upaya optimalisasi strategi penanganan bencana.

"Arahan Presiden, titik beratnya adalah pencegahan bencana, budaya kerja, kolaborasi, pemanfaatan teknologi, serta pelaksanaan edukasi kepada masyarakat. Ini mendukung apa yang saat ini dan yang sudah lalu menjadi tantangan kita. Kita sudah punya rencana induk sampai menuju Indonesia Emas 2045," ujar Suharyanto.

Dalam kesempatan tersebut, dilakukan juga penandatanganan nota kesepahaman antara BNPB dengan beberapa pemangku kepentingan terkait, seperti BNPB dengan Universitas Sulawesi Barat mengenai Tridarma Perguruan Tinggi dalam penanggulangan bencana; BNPB dan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) tentang Kolaborasi Penanggulangan Bencana dalam rangka Penguatan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; serta BNPB dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengenai Kolaborasi Penguatan Bencana.