Pro-Kontra Permenaker soal JHT Cair Usia 56 Tahun: PKS Nilai Ciderai Rasa Kemanusiaan, PDIP Sebut Aturan Sudah Tepat

JAKARTA - Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) masih menuai pro dan kontra. 

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher, menilai Permanaker tersebut menciderai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan akibat pandemi. Karena itu, dia meminta pemerintah agar mengkaji ulang, bahkan mencabut peraturan tersebut.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, ada beberapa pasal dalam Permenaker yang muatannya menunjukkan ketidakpekaan pemerintah pada situasi pandemi yang membuat pekerja terkena PHK. Utamanya, terkait usia penerima JHT.

Netty mengaku tak habis pikir bagaimana seorang buruh harus menerima hak JHT-nya harus di usia 56 tahun.

"Bayangkan, seorang peserta harus menunggu 15 tahun untuk mencairkan JHT-nya jika ia berhenti di usia 41 tahun. Ini tidak masuk akal,” ujar Netty kepada wartawan, Jumat, 18 Februari. 

Terlebih, kata Netty, aturan tersebut berlaku pada peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, lanjut Netty, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen. Sedangkan pengunduran diri 55 persen dan alasan terkena PHK mencapai 35 persen.

Dalam catatannya, seorang pekerja memilih untuk mengundurkan diri bisa jadi disebabkan karena sudah tidak nyaman bekerja di tempatnya mencari rezeki.

Karenanya, dia menegaskan, pencairan JHT di usia pekerja 56 tahun tidak perlu ditahan. Apalagi di situasi ekonomi yang serba sulit seperti saat ini.

“Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja?," tanya Netty.

Sementara, Legislator PDIP Deddy Yevry Hanteru Sitrorus, menyabut kebijakan Permen Nomor 2/2022 tersebut sudah tepat. Sebab menurutnya, JHT memang diperuntukan bagi mereka yang pensiun di hari tua.

"Namanya juga jaminan hari tua, itu kan semacam pensiun. Tentu diambilnya kalau sudah pensiun atau memenuhi kriteria. Kan beda dengan pesangon atau hak-hak lain terkait PHK atau insentif,” kata Deddy, Jumat, 18 Februari