Antisipasi Kejahatan Siber, Ketua LPS Ingatkan Perbankan untuk Tingkatkan Edukasi ke Nasabah
JAKARTA - Inovasi perbankan digital menjjadi suatu keniscayaan dan memberikan dampak positif. Tapi di sisi lain, ada risiko yang harus dihadapi perbankan, terutama dalam hal kepatuhan digital, keamanan siber, serta risiko operasional lainnya yang terkait dengan risiko digital.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam forum web seminar Infobank, “Retail Bank Mapping 2022, The Rise of Neobank vs Cyber Crime”, Kamis 17 Februari
“Sebagai langkah antisipasi penting, kami ingin menekankan perihal pentingnya praktik manajemen risiko yang memadai, baik oleh bank tradisional maupun bank digital. Selain itu, jaring pengaman keuangan yang di Indonesia terdiri dari BI, OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan, pun memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan,” ujar Purbaya dalam keterangannya, Jumat 18 Februari.
Menurutnya, salah satu risiko yang muncul dengan semakin berkembangnya perbankan digital adalah ancaman kejahatan siber, seperti misalnya social engineering yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tertentu dan skimming atau tindak pencurian informasi dengan cara menyalin informasi nasabah yang terdapat pada strip magnetik kartu kredit, atau debit yang dilakukan secara illegal.
“Sebagai otoritas penjamin simpanan, kami memandang bahwa kejahatan siber perlu mendapat perhatian lebih, utamanya kepada pihak penyedia layanan perbankan perlu memastikan sistem manajemen risiko yang andal dan telah sesuai standar keamanan yang berlaku. Nasabah selaku pengguna juga perlu mengetahui berbagai modus kejahatan siber agar selalu waspada dalam bertransaksi secara digital,” jelasnya.
Karena itu ia menekankan, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat perlu dilakukan untuk meningkatkan awareness, terutama para nasabah, terhadap ancaman siber dan berbagai modus penipuan.
Baca juga:
LPS sendiri menurutnya, telah menerapkan berbagai langkah pengamanan sistem dan data LPS, yang bertujuan agar para penyimpan dana di perbankan merasa aman dan percaya untuk terus menyimpan dananya di perbankan.
“Selain berbagai tool standar keamanan sistem informasi seperti diantaranya antivirus, VPN, dan firewall, LPS juga telah menerapkan sistem Data Loss Prevention (DLP) untuk mencegah adanya kebocoran data,” ujarnya.
Pengamanan sistem informasi di LPS menurutnya dilaksanakan dan dikelola dengan memperhatikan empat aspek keamanan informasi. Di antaranya etersediaan (availability), yakni aspek yang menjamin bahwa data akan tersedia saat dibutuhkan, keutuhan (integrity), yakni aspek yang menjamin bahwa data tidak diubah tanpa ada izin pihak yang berwenang (authorized).
Ada juga kerahasiaan (confidentiality), yakni aspek yang menjamin kerahasiaan data, memastikan bahwa data hanya dapat diakses oleh orang yang berwenang dan tidak dapat disangkal (non-repudiation), yakni aspek yang menjamin bahwa seseorang tidak dapat menyangkal telah melakukan sebuah transaksi.
Ke depannya LPS akan terus memantau dan mengelola sistem pengamanan informasi tersebut agar dapat menangani berbagai risiko siber, termasuk diantaranya modus-modus terkini kejahatan siber. Dalam rangka mendukung perkembangan bank digital, LPS juga terus menjaga kepercayaan nasabah melalui implementasi program penjaminan simpanan yang konsisten dan kredibel.