Hadiri Pertemuan Menlu ASEAN, Indonesia Soroti Penguatan Arsitektur Kesehatan Kawasan hingga Konsensus Lima Poin

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Indonesia menyoroti pentingnya penguatan arsitektur kesehatan kawasan untuk mengantisipasi pandemi di masa depan, hingga pelaksanaan Konsensus Lima Poin oleh rezim militer untuk stabilitas dan perdamaian kawasan, dalam pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN di Kamboja.

Dalam pertemuan yang dibuka oleh Sekjen ASEAN ini, Indonesia menggaris bawahi pentingnya implementasi penuh berbagai mekanisme arsitektur kesehatan regional yang terbentuk dalam dua tahun terakhir, sebagai antisipasi pandemi mendatang.

"Salah satu yang penting di antaranya adalah pembentukan buffer inventory untuk alat kesehatan dan mekanisme distribusniya serta sistem peringatan dini kawasan," ujar Menlu Retno dalam keterangan pers virtual dari Phnom Penh, Kamboja, Kamis 17 Februari.

"Penguatan arsitektur kesehatan kawasan akan menjadi building block bagi penguatan arsitektur kesehatan global, yang menjadi salah satu prioritas Presidensi G-20 Indonesia," sambung Menlu Retno.

Dalam kesempatan yang sama, Menlu Retno juga menerangkan, Indonesian mendorong percepatan implementasi ASEAN Travel Corridor Agreement (ATCAF) yang dinilai masih lambat, baik melalui kesepakatan bilateral maupun pembukaan menyeluruh perbatasan dengan protokol kesehatan yang ketat.

"Dan dalam pembicaraan mengenai ACTAF tadi, semua Menteri Luar Negeri ASEAN sepakat mengenai pentingnya implementasi ATCAF ini," ujar Menlu Retno.

Terkait dengan situasi di Myanmar, Menlu Retno mengungkapkan keprihatinan negara-negara ASEAN, terkait dengan tidak adanya kemajuan signidikan dalam implementasi Lima Poin Konsensus.

Dijelaskan olehnya, penerapan konsensus ini penting bagi rakyat Myanmar, penting untuk stabilitas dan perdamaian di kawasan, serta penting untuk kredibilitas ASEAN. Untuk itu, menurutnya semua negara mengharapkan adanya kemajuan implementasi konsensus ini.

"Dua hal penting yang ingin dilihat dari implementasi Konsensus Lima Poin saat ini adalah, pertama, dihentikannya penggunaan kekerasan. Kedua, kunjungan Utusan Khusus Ketua ASEAN dapat dilakukan dan dapat memiliki akses untuk melakukan komunikasi dan bertemu dengan semua pihak," papar Menlu Retno mengenai apa yang disampaikan oleh Indonesia.

"Dua hal tersebut merupakan langkah pertama implementasi, bagi langkah selanjutnya menuju inklusif dialog. Indonesia sekali lagi menekankan pentingnya Utusan Khusus ASEAN untuk memulai melakukan kontak dengan stakeholders lainnya di Myanmar. Penting bagi ASEAN untuk mendengarkan langsung concern dan pandangan para stakeholders tersebut," tegas Menlu Retno, menambahkan pentingnta bantuan kemanusiaan untuk dapat mencapai semua rakyat Myanmar yang membutuhkan.

Selain hal-hal di atas, Menlu Retno juga mempresentasikan concept paper on Strengthening ASEAN’s Capacity and Institutional Effectiveness. Intinya, bagaimana ASEAN dipersiapkan untuk dapat menjawab berbagai tantangan dunia yang semkain kompleks.

Serta, Indonesia juga mempresentasikan concept paper on Mainstreaming Four Priority Areas of the ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP), di mana intinya adalah bagaimana AOIP dapat diterjemahkan dalam kerja sama konkret yang sifatnya terbuka inklusif dan sekali lagi mengedepankan kerjasama.