Antisipasi Lonjakan COVID-19, DPRD Kepri Minta Posko PPKM Diaktifkan Kembali
KEPULAUAN RIAU - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Wahyu Wahyudin meminta Satgas Penanganan COVID-19 mengaktifkan lagi posko PPKM tingkat desa/kelurahan menyusul lonjakan kasus yang terjadi saat ini.
Wahyudin menilai posko PPKM di level bawah tersebut sekarang sudah banyak yang tidak aktif, karena ada kemungkinan dipicu melandainya penyebaran kasus COVID-19 selama beberapa pekan.
"Belakangan ini kasus aktif COVID-19 makin bertambah. Posko PPKM desa/kelurahan harus diaktifkan kembali," kata Wahyudin di Tanjungpinang, Selasa 15 Februari.
Ia menyarankan agar Satgas COVID-19 tingkat kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi meningkatkan koordinasi serta pengawasan terhadap kegiatan posko PPKM di desa/kelurahan.
Posko di desa/kelurahan, katanya, masih menjadi garda terdepan dan ujung tombak dalam mengendalikan penularan COVID-19, karena mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Baca juga:
"Pengawasan protokol kesehatan dan pendataan terhadap warga desa/kelurahan yang butuh penanganan COVID-19 perlu lebih diperkuat," imbuhnya.
Lebih lanjut anggota Komisi IV itu turut mengimbau masyarakat meningkatkan disiplin protokol kesehatan serta mengikuti program vaksinasi dua dosis hingga penguat (booster) supaya terhindar dari paparan COVID-19.
Apalagi situasi terkini, sambungnya, kemunculan varian Omicron diklaim lebih cepat menyebar dibanding varian Delta.
"Walaupun menurut peneliti gejala Omicron cenderung ringan, namun harus tetap diwaspadai oleh kelompok tertentu, seperti lansia, penderita komorbid, anak-anak, serta belum divaksin," ucap dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Kepri Bisri menyampaikan jumlah kasus aktif harian COVID-19 di daerah itu terus bertambah menjadi 785 orang. Dua daerah mengalami peningkatan kasus cukup signifikan, yaitu Batam dan Tanjungpinang.
Bisri mengutarakan penyebaran kasus didominasi 65 persen perjalanan luar daerah seperti Jakarta, Pekanbaru, maupun Medan. Kemudian, sekitar dua persen berasal dari perjalanan luar negeri.
"Sekitar 30 persen terjadi transmisi lokal, tapi klasternya sulit dideteksi. Jadi, ada kemungkinan seseorang itu terpapar saat berada di tempat umum, seperti pasar," kata Bisri.