Akui Pernyataannya Tidak Disukai Moskow, Menlu Inggris: Saya Pergi untuk Sampaikan Pesan Jelas, Rusia-lah yang Agresor
JAKARTA - Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss membela keputusannya untuk mengadakan pembicaraan di Moskow, Rusia dengan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, bersikeras dia harus menyampaikan pesan yang jelas ke Rusia.
Pembicaraan antara Menlu Truss dan Menlu Lavrov minggu lalu tegang, berakhir dengan konferensi pers yang canggung, di mana Menlu Rusia tampaknya mempertanyakan pemahamannya tentang krisis.
"Tentu saja, Rusia tidak menyukai apa yang saya katakan, tetapi saya harus menyampaikan pesan kepada pemerintah Vladimir Putin," kata Menlu Truss, melansir The National News 15 Februari.
"Saya pergi ke Rusia untuk menyampaikan pesan yang sangat jelas, bahwa Rusia-lah yang agresor. Mereka memiliki 100.000 tentara di perbatasan Ukraina dan jika mereka melancarkan serangan ke Ukraina, itu akan berdampak buruk pada rakyat Rusia dan Pemerintah Rusia," tegasnya.
"Tentu saja, orang Rusia tidak menyukai apa yang saya katakan, tetapi saya tetap mengatakannya. Dan saya ingin mereka berhenti, saya ingin mereka sadar, bahwa akan ada biaya besar dari sebuah invasi," sambungnya.
Menlu Lavrov menggambarkan pertemuan itu sebagai "percakapan antara tuli dan bisu", mengklaim Menlu Truss tidak mendengarkan posisi Rusia, sementara Inggris tidak siap untuk pembicaraan.
Terpisah, Kantor Perdana Menteri Inggris di Downing Street No.10 bersikeras, terobosan tidak diharapkan pada pembicaraan dan "tidak ada yang berada di bawah ilusi tentang apa yang dapat dicapai dalam satu pertemuan".
"Ini adalah kesempatan penting untuk menyampaikan pemahaman kami tentang situasi dan mendengar langsung dari Rusia tentang posisi mereka juga," kata juru bicara resmi Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
"Kami akan terus mengeksplorasi semua peluang untuk mengambil jalur diplomatik dan kami siap untuk berdiskusi lebih lanjut dengan rekan-rekan Rusia kami di semua tingkatan untuk kepentingan de-eskalasi krisis ini."
“Saya pikir tidak ada yang berada di bawah ilusi tentang apa yang bisa dicapai dalam satu pertemuan. Tetapi sangat penting, kami mengambil semua peluang ini dan terus menyampaikan pesan ini tentang bagaimana agresi lebih lanjut akan ditanggapi, sehingga Rusia tidak dapat meragukan posisi kami dan posisi sekutu NATO kami," tandasnya.
Sebelumnya pada Hari Senin Menlu Truss mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin dapat meluncurkan invasi ke Ukraina "segera". Sedangkan, PM Johnson memperingatkan pada hari yang sama, invasi dapat terjadi dalam waktu 48 jam saat dia mendesak Presiden Putin untuk mundur dari "tepi jurang".
Menlu Truss, yang memimpin pertemuan komite darurat Cobra pemerintah, mendesak warga Inggris untuk meninggalkan Ukraina melalui rute komersial selagi masih bisa karena risiko "invasi Rusia yang akan segera terjadi".
Diketahui, Rusia menuduh Inggris dan AS melakukan kampanye propaganda dan bersikeras bahwa pihaknya siap untuk melanjutkan pembicaraan.
PM Johnson yang menerima pengarahan tentang intelijen terbaru dari kepala mata-mata Inggris, mempersingkat kunjungan yang direncanakan ke Inggris utara untuk memimpin pertemuan Cobra pada Hari Selasa.
Baca juga:
- Pejabat Militer Sebut Rusia Siap Menembak Kapal Selam dan Kapal Asing yang Mengganggu
- Khawatirkan Keselamatan Staf, Amerika Serikat Pindahkan Operasional Kedutaan Besar dari Kyiv ke Lviv
- Bicara dengan Rusia dan Ukraina, Sekjen PBB: Jangan Menggagalkan Tujuan Perdamaian
- Media Barat Sebut 16 Februari Kemungkinan Hari Invasi, Presiden Zelenskiy: Kami akan Menjadikannya Hari Persatuan
"Ini adalah situasi yang sangat, sangat berbahaya, sulit. Kami berada di tepi jurang tetapi masih ada waktu bagi Presiden Putin untuk mundur," ujar PM Johnson dalam kunjungannya ke galangan kapal Rosyth di Skotlandia.
Dia menyerukan lebih banyak dialog dan mendesak Rusia untuk menghindari invasi 'bencana'.
Sementara, laporan berdasarkan penilaian intelijen AS telah menyarankan invasi dapat diluncurkan segera pada hari Rabu.
"Tanda-tandanya, seperti yang Anda dengar dari Presiden Biden, adalah bahwa mereka setidaknya merencanakan sesuatu yang dapat terjadi paling cepat dalam 48 jam ke depan. Itu sangat," tukas PM Johnson.