JPU KPK Sebut BUMD Sarana Jaya Gagal Sukseskan Janji Kampanye Anies Baswedan Soal Rumah DP Rp0

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum KPK menyebut Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pembangunan Sarana Jaya gagal menyukseskan janji kampanye Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam penyediaan hunian rumah DP Rp0.

"Perumda Sarana Jaya yang diharapkan dapat berperan dalam upaya menyukseskan program 'Hunian DP 0 Rupiah' yang merupakan janji kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta periode 2017-2022 ternyata telah gagal menjaga amanah tersebut," kata JPU KPK Takdir Suhan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Antara, Kamis, 10 Februari.

Hal tersebut termuat dalam surat dakwaan terhadap mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles yang dituntut 6 tahun 8 bulan penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah proyek "Hunian DP 0 Rupiah" di Munjul, Jakarta Timur yang merugikan negara Rp152,565 miliar.

"Oleh karenanya adanya tindakan koruptif dari pengusaha atau mitra BUMD yang berkolusi dengan oknum pejabat BUMD tersebut bukan saja telah merugikan keuangan negara, namun secara luas berdampak kepada tidak terwujudnya tujuan kesejahteraan masyarakat," kata jaksa lagi.

Alasannya, menurut jaksa KPK, pengadaan tanah yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan akan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak tercapai.

"Padahal negara atau daerah telah mengeluarkan uang yang cukup besar untuk kegiatan tersebut. Oleh karena itu sudah menjadi tugas aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan secara tegas terhadap perilaku koruptif dengan cara mengadili dan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada para pelaku dalam rangka mempertanggungjawabkan perbuatannya," ujar jaksa Takdir.

Dalam surat tuntutannya, jaksa KPK menyebut perlu diterapkan upaya perampasan terhadap harta kekayaan pelaku sebagai upaya pencegahan dan 'shock therapy' kepada pengusaha atau rekanan dan pejabat daerah agar tidak melakukan perbuatan korupsi dan mematuhi aturan hukum.

Namun dalam tuntutannya, jaksa KPK tidak menuntut agar Yoory membayar pidana uang pengganti.

"Selama proses persidangan juga tidak ditemukan adanya bukti, dimana terdakwa Yoory tidak menikmati kerugian negara yang diketemukan. Namun, dengan demikian atas perbuatan terdakwa tersebut telah memperkaya para saksi dan korporasi PT Adonara Propertindo, dimana seluruh adalah Rp152,5 miliar, dengan demikian bahwa unsur dengan adanya melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum," kata jaksa [ula.

Perkara ini diawali pada periode 2018-2020, Pemprov DKI Jakarta mencari tanah untuk hunian terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui program "Hunian DP 0 Rupiah".

Untuk merealisasikan program tersebut, pada 2018 Yoory Corneles selaku Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) yang merupakan BUMD Pemprov DKI Jakarta mengajukan usulan Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada Gubernur DKI Jakarta untuk APBD TA 2019 sebesar Rp1,803 triliun, dengan rencana antara lain untuk pembelian alat produksi baru, proyek "Hunian DP 0 Rupiah", dan proyek Sentra Primer Tanah Abang.

Selanjutnya perusahaan swasta yaitu PT Adonara Propertindo mencari tanah sesuai kriteria yang diminta Yoory, yaitu luas di atas 2 hektare, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter dan minimal "row" jalan sekitar 12 meter.

Pada Februari 2019, Manajer Operasional PT Adonara Anton Adisaputro menemukan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung Jakarta Timur seluas 41.921 meter persegi milik Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB).

Beneficial owner" PT Adonara yaitu Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar setuju, sehingga disepakati Anja mendekati pihak Kongregasi Suster CB dan sepakat menjual tanah di Pondok Ranggon seluas 41.921 meter persegi dengan harga Rp2,5 juta/meter persegi.

Saat dilakukan survei lokasi, tidak dapat diketahui batas-batas tanah karena belum ada data atau dokumen pendukung kepemilikan, dan diketahui lokasi tanah berada di jalan kecil (row jalan tidak sampai 12 meter) namun Yoory tetap memerintahkan agar dilanjutkan proses pembelian.

Yoory lalu menggunakan jasa Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Wahyono Adi untuk pelaksana appraisal yang sengaja dibuat "backdate" dan menyerahkan laporan sesuai permintaan Yoory yaitu seharga sebesar Rp6,1 juta/meter persegi.

Pada 10 Desember 2019, Sarana Jaya menerima pencairan PMD sebesar Rp350 miliar, dan pada 18 Desember 2019 mendapat pencairan PMD tahap II sebesar Rp450 miliar, sehingga total PMD yang didapat adalah Rp800 miliar.

Yoory mengetahui tanah Munjul tidak bisa digunakan untuk proyek "hunian DP 0 rupiah", namun tetap setuju membayar sisa pelunasan yaitu Rp43,596 miliar pada 18 dan 19 Desember 2019.

Karena batas waktu pelunasan telah berakhir pada Agustus 2019 tapi tidak ada realisasi dari Anja Runtuwene, maka pada 14 Agustus 2020 Kongregasi Suster-Suster CB meminta agar Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dibatalkan dan meminta agar surat-surat terkait hak milik dikembalikan dan mengembalikan uang muka senilai Rp10 miliar.

Total uang yang diterima di rekening Anja Runtuwene adalah berjumlah Rp152.565.440.000 dan telah dipergunakan Anja dan Rudy Hartono, antara lain untuk keperluan operasional perusahaan PT Adonara Propertindo, ditransfer ke PT RHYS Auto Gallery yang masih satu grup dengan PT Adonara maupun keperluan pribadi Anja dan Rudy seperti pembelian mobil, apartemen dan kartu kredit.

Yoory akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada 17 Februari 2022.