Bahas Politik Industri Nasional dan Hilirisasi, Mantan Seskab Dipo Alam Sebut Subsidi Pupuk Jadi Bancakan Korupsi

JAKARTA - Pernyataan mengejutkan datang dari Dr. Dipo Alam. Mantan Sekretaris Kabinet (Seskab) era Kabinet Indonesia Bersatu II ini menilai adanya bancakan korupsi dalam program subsidi pupuk

"Subsidi pupuk malah jadi bancakan korupsi di pusat dan daerah. Politik industri telah ditinggalkan. KKN luarbiasa terjadi pada subsidi pupuk," kata Dipo dalam diskusi Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) melalui platform twitter space @djrachbini bertajuk “Politik Industri Nasional dan Program Hilirisasi”, dikutip VOI, Selasa, 8 Feruari.

Dipo membandingkan kondisi subsidi pupuk pada masanya. Dipo bilang, dulu ada Kuntoro Mangkusubroto ahli sistem ITB yang menciptakan UKP4 yang bisa memonitor sektor pertanian, sehingga para Bupati, Kepala Desa, Parpol-parpol yang disetir oligarki tidak bisa bermain-main dengan pupuk.

"Jelas, korupsi dan KKN harus diberantas jika mau membangun sistem yang baik,” katanya.

Ia menyinggung bahwa peta jalan industrialisasi di Indonesia sebenarnya sempat dibuat pada era kepemimpinan Presiden BJ Habibie. Namun terhenti dan hilang setelah BJ Habibie tidak lagi menjabat.

Menurutnya pada era Pak Harto, terlepas dari kekurangan yang ada, penanganan dan perhatian pada sektor pertanian dan pupuk termasuk luar biasa. Politik industri ke mekanisasi pertanian dengan membangun industri pupuk, NPK, semua ada konsepnya.

"Pak Harto memiliki data-data statistik industri pertanian lengkap," kata Dipo menjelaskan.

Ironisnya, lanjut Dipo, setelah reformasi politik, industrialisasi malah ditinggalkan.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti INDEF, Dr. Eisha M. Rachbini mengungkap hasil riset tentang hilirisasi industri di Indonesia, bahwa point penting yang harus dicatat adalah dengan kepemilikan sumber daya alam (SDA) berlimpah Indonesia harus bisa menemukan cara agar SDA berlimpah dapat diolah oleh industri pengolahan dalam negeri dan menciptakan produk yang bernilai tambah tinggi.

“Tidak hanya mengandalkan ekspor bahan mentah yang tergantung pada volatilitas harga komoditas di luar negeri. Seperti pertumbuhan ekonomi kuartal IV ini yang bergantung kepada bahan mentah dan sumberdaya alam dimana harganya di pasar internasional naik pesat.” Katanya.

Di sisi lain, Peneliti LP3ES Dr. Fachru Nofrian mengungkapkan bahwa satu-satunya strategi ekonomi yang bisa menghasilkan akumulasi hanyalah Hilirisasi dan industrialisasi.

“Sayangnya, di Indonesia muncul hilirisasi tetapi tidak mempunyai politik industri mumpuni, sehingga tidak terjadi industrialisasi. Selama orde baru, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang rata-rata tinggi 7 persen, tetapi tidak ada industrialisasi. Tingkat pertumbuhan ekonomi terjadi tetapi tidak terjad industrialisasi.” Katanya.

Tantangan utama dalam politik industri di Indonesia lanjut Fachru, terjadi paradoks yang seharusnya bisa diatasi oleh politik industri. “Politik industri harus dapat memilah-milah mana jebakan-jebakan paradoks kepada industrialisasi, mana yang akan membawa hilirisasi yang mengandung muatan proses industrialisasi.” Kata Fachru.

Hambatan yang selalu muncul dalam politik industri adalah karena terlalu berorientasi pada finance/keuangan. Sehingga indikator yang muncul serinkali misleading atau salah arah oleh sektor keuangan. Seolah-olah telah tercipta akumulasi petumbuhan, padahal bukan. Finance menciptakan target yang salah sasaran.

Facru juga menyatakan bahwa politik industri yang langsung pada ekspor apalagi hanya tergantung pada harga komoditas internasional tidak akan menumbuhkan ekonomi domestik karena akan tidak balance.

“Ekspor langsung barang mentah tidak akan menciptakan surplus dan akumulasi, bahkan pada ujungnya politik industri akan berorientasi pada kebijakan politik moneter.” Ungkapnya.