Komnas HAM Ungkap Kode Kekerasan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, dari MOS sampai Setengah Kancing
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan temuannya terhadap dugaan kekerasan yang dialami penghuni kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.
Salah satunya, adanya penggunaan kode ketika tindak kekerasan dilakukan terhadap para penghuni. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan ditemukan pola bagaimana penganiayaan terhadap penghuni yang diklaim sebagai pecandu narkoba itu terjadi.
"Kami juga temukan pola bagaimana kekerasan itu berlangsung. Siapa pelakunya, bagaimana caranya, menggunakan alat atau tidak itu juga kami temukan," kata Choirul Anam lewat keterangan video yang dikutip pada Senin, 31 Januari.
"Di sana terkadang menggunakan alat. Termasuk juga di dalamnya ada istilah ketika kekerasan berlangsung, misalnya seperti MOS, gas, atau dua setengah kancing. Jadi ada istilah-istilah kayak begitu yang digunakan dalam konteks kekerasan, penggunaan kekerasan," imbuhnya.
Anam juga menyebut saat mendatangi kerangkeng manusia itu, kondisinya cukup parah. Dia bahkan mengatakan, apa yang disaksikannya itu serupa dengan penjara.
Bahkan, akibat kekerasan yang terjadi, ada lebih dari satu orang penghuni kerangkeng manusia di rumah Terbit yang merenggang nyawa. Kepastian ini, kata Anam, didapat dari kesaksian para saksi yang telah diwawancarai.
"Jadi firm kekerasan terjadi di sana, korbannya banyak, termasuk di dalamnya adalah kekerasan yang menimbulkan hilangnya nyawa dan jumlahnya lebih dari satu yang hilang nyawa ini," tegasnya.
Baca juga:
Lebih lanjut, Anam mengatakan temuan pihaknya juga sejalan dengan temuan Polda Sumut. Kalaupun ada perbedaan, sambungnya, hanya sedikit saja dan hal ini membuat mereka saling bertukar informasi.
"Soal kekerasan ini informasinya kurang lebih sama. Soal ada hilangnya nyawa, kurang lebih sama. Bahkan antara kami sama polda saling sharing dengan korban yang berbeda. Artinya memang Komnas HAM menemukan, polda juga menemukan," ujar Anam.
"Oleh karenanya kami meminta kepada mereka untuk menindaklanjutinya, menaikan ini menjadi satu proses hukum. Karena memang, ya, dekat sekali dengan peristiwa pidana," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, keberadaan kerangkeng manusia yang diduga sebagai bentuk perbudakan di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin terungkap setelah KPK datang ke sana untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Alih-alih menemukan Terbit, tim KPK justru menemukan sejumlah orang yang terkurung di sebuah kerangkeng besi. Saat itu mereka mengaku sebagai pekerja sawit di lahan milik Terbit.
Selanjutnya, temuan ini dilaporkan oleh Migrant Care ke Komnas HAM. Berbekal laporan masyarakat, mereka menyebut para penghuni kerangkeng manusia ini mendapatkan perilaku kejam, termasuk tidak diupah saat bekerja di kebun sawit milik Terbit.
Selain itu, mereka mendapatkan kekerasan hingga tak diberi makanan secara teratur. Tak hanya itu, akses mereka untuk berkomunikasi dengan pihak luar pun dibatasi.