Terkait Dugaan Kekerasan Guru pada Siswa, Reni Astuti Apresiasi Langkah Cepat Disdik Surabaya
JAKARTA – Kekerasan guru kepada sis telah menimbulkan keprihatinan mendalam masyarakat. Reni Astuti, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya mengapresiasi respons cepat Kepala Dinas Pendidikan Surabaya yang langsung bergerak menuju SMP negeri di Surabaya.
Langkah ini dilakukan, terkait beredarnya video berdurasi tiga detik melalui WhatsApp di mana seorang guru melakukan tindak kekerasan pada murid di depan kelas.
"Intinya video itu tersebar dan sampai ke saya. Kemudian saya cek kebenarannya ke Dinas Pendidikan (Disdik Surabaya. Disdik pun mengetahuinya dari saya dan langsung dicek. Ternyata benar kejadiannya di Surabaya," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti di Surabaya, seperti dikutip Antara Minggu, 30 Januari.
Tidak hanya memukul, dalam video itu guru tersebut juga terdengar mengucapkan kata-kata yang tidak pantas sebelum akhirnya melakukan pemukulan.
Sekali lagi, Reni Astuti mengapresiasi respons cepat Kepala Disdik Surabaya yang pada Sabtu, 29 Januari langsung bergerak menuju sekolah tersebut.
"Apapun alasannya. Jelas itu tindakan kekerasan itu salah berat dan harus mendapat sanksi berat. Dengan memukul itu sudah kesalahan fatal dan harus diberi sanksi berat," katanya.
Ia menjelaskan kekerasan terhadap anak di sekolah telah diatur dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014).
UU tersebut, kata dia, menyatakan bahwa:
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Lebih lanjut, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, kata dia, guru berkewajiban menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika.
Kemudian, pada Pasal 2 ayat (4) dan (5) Kode Etik Guru Indonesia yang menyatakan bahwa menghormati martabat dan hak-hak serta memperlakukan peserta didik secara adil dan objektif.
"Ayat limanya menyebut: Melindungi peserta didik dari segala tindakan yang dapat mengganggu perkembangan, proses belajar, kesehatan, dan keamanan bagi peserta didik," katanya.
Untuk itu, ia meminta agar Disdik Surabaya dan sekolah terkait untuk segera mendatangi orang tua dan meminta maaf secara terbuka.
Baca juga:
- Pemprov DKI Masih Pertahankan PTM karena Sekolah Daring Tidak Optimal
- Update COVID-19 Kota Tangerang: 368 Orang Terkonfirmasi Positif, 24 Pasien Sembuh
- 37 Pelajar dari 18 Sekolah di Jakarta Pusat Terpapar COVID-19, Sekolah Ditutup Sementara
- Dewan Pengawas BPJS Ingatkan Warga agar Tidak Anggap Remeh COVID-19
"Anak ini harus dilindungi jangan sampai ada trauma dan psikis. Harus didampingi. Siswa lain yang ada di kelas itu juga harus mendapat pendampingan agar tidak menimbulkan trauma," katanya.
Selain itu, legislator perempuan asal fraksi PKS ini juga meminta agar dinas terkait mengecek latar belakang guru yang memukul kepala siswanya itu.
"Apa ada problem di rumahnya atau sebagainya itu harus cari tahu agar bisa menjadi bahan evaluasi dan pembinaan bagi Dispendik secara keseluruhan untuk semua tenaga pendidik di Surabaya. Apapun alasannya, jelas itu salah. UU pun melarang. Kemudian anak itu punya hak dilindungi, jangankan fisik, verbal saja tidak boleh," katanya.
Kejadian kekerasan guru di salah satu SMPN Surabaya kepada muridnya ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di "Kota Pahlawan" itu. "Saya sampai kaget lihat videonya. Tidak menyangka ada kejadian seperti itu di sini," demikian Reni Astuti.