Kasus Satelit Kemenhan, Jaksa Agung Burhanuddin: Kami Melakukan Penyidikan Tersangka Sipil, Tidak Militer
JAKARTA - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) oleh Kemenetrian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2015-2021, pihaknya hanya melakukan penyidikan terhadap tersangka sipil, tidak militer.
“Untuk teman-teman tahu, bahwa kami melakukan penyidikan hanya terhadap yang tersangkanya sipil, tidak pada militer,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kartika Adhyaksa, Jakarta, dilansir Antara, Rabu, 19 Januari.
Burhanuddin menjelaskan, untuk tahap apakah militer terlibat dalam kasus tersebut, jaksa memerlukan tahap-tahap koordinasi dengan Polisi Militer sebagai pemegang kewenangan dalam memproses anggota militer. Tetapi jika ada, maka dilakukan penyelesaian perkara secara koneksitas.
“Kecuali nanti ditentukan lain menjadi koneksitas. Tetapi saat ini yang tetap kami selidiki adalah sipilnya, swastanya,” ujar Burhanuddin.
Lebih Lanjut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Febrie Adriansyah mengatakan penanganan perkara Satelit Kemhan sudah melalui tahapan proses hukum dari penyelidikan menjadi penyidikan. Penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup, bahwa ada perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan proyek Satelit Slot Orbit 123 derajat BT tersebut.
Selama dua hari terakhir ini, penyidik JAMPidsus telah melakukan pemeriksaan hingga penggeledahan dan penyitaan terhadap saksi dari pihak swasta yang merupakan rekanan pelaksana dalam proyek tersebut.
Sebanyak lima saksi diperiksa semuanya dari perusahaan PT Dini Nusa Kusuma (DNK), termasuk penggeledahan dilakukan di dua kantor PT DNK, beserta satu apartemen.
“Maka penyidik mendalami peran dari awal apakah perusahaan ini (DNK) memang cukup dinilai mampu ketika diserahkan pekerjaan ini,” kata Febrie.
Hal lainnya, kata Febrie, penyidik ingin melihat proses pelaksanaan proyek oleh rekanan pelaksana proyek satelit tersebut. Pemeriksaan ini, tentunya dengan dasar bahwa penyidik menyakini sebagai pihak yang paling bertanggungjawab.
“Tentunya kami memeriksa dari rekanan pelaksanaan karena kami melihat ini adalah pihak yang paling bertanggungjawab dan ini pihak swasta,” kata Febrie.
Sedangkan terkait pihak militer, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta itu menyebutkan, pihaknya menyerahkan hal itu kepada Puspom TNI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (JAMPidmil).
“Seperti yang disampaikan sejak awal, bahwa kami akan terus melakukan koordinasi dalam progres penyidikannya termasuk nanti ekspos atau gelar perkara yang kami lakukan setelah hasil penyidikan kami lihat cukup untuk menentukan tersangka,” kata Febrie.
Baca juga:
Tercatat sejak perkara dugaan korupsi pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat BT oleh Kemhan naik ke tahap penyidikan, Jumat, 14 Januari sudah ada lima saksi yang diperiksa. Tiga saksi diperiksa pada Senin, 17 Januari dan dua saksi lainnya diperiksa, Selasa, 18 Januari.
Kelima saksi tersebut berasal dari pihak swasta, yakni PT Dini Nusa Kusuma. Tiga saksi pertama diperiksa PY selaku Senior Account Manager PT Dini Nusa Kusuma (DNK), saksi RACS selaku Promotion Manager PT Dini Nusa Kusuma (DNK), dan AK selaku General Manager PT Dini Nusa Kusuma (DNK).
Lalu dua orang saksi lainnya yang diperiksa hari ini, SW selaku direktur utama dan AW selaku Presiden Direktur PT Dini Nusa Kusuma.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD dalam konferensi pers Kamis, 13 Januari menyebutkan, bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengeluarkan keputusan tentang hak penggunaan filling satelit Indonesia pada orbit 123 derajat untuk filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara A1-A kepada PT DNK.
Pada tanggal 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada orbit 123 derajat BT untuk filling Satelit Garuda-2 dan Nusantara A1-A kepada PT DNK. Namun, PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).