Komisi III DPR: Indikasi Dugaan Korupsi di BPSDM Kemenkumham Harus Dibuktikan
JAKARTA - Komisi III DPR menanggapi temuan Indonesian Club terkait adanya dugaan korupsi anggaran COVID-19 di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) senilai Rp 5,64 miliar.
Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan meminta pihak yang menemukan adanya indikasi korupsi di lingkungan Kemenkumham untuk membuktikan temuannya.
“Sekalipun ada indikasi ataupun dugaan, saya pikir itu harus dibuktikan (Indonesia Club). Jangan sampai ini menimbulkan kegaduhan atau polemik baru,” ujar Arteria di Jakarta, Senin, 17 Januari.
Politikus PDIP itu lantas mempertanyakan siapa yang menentukan spesifikasi tersebut. Menurutnya, perlu ada hasil dari pengujian yang menyebutkan bahwa obat tersebut tak sesuai spesifikasi.
“Pertama, yang menentukan (spesifikasi BPOM) itu siapa, kan harus ada pihak yang berkapasitas di situ. Kedua, yang tidak sesuai spesifikasi dalam keadaan mana," kata Arteria.
Oleh karena itu, Arteria meminta pembuktian atas temuan tersebut dan Komisi III akan menindaklanjuti sebagai fungsi pengawasan.
"Yang seperti ini kan harus dilakukan pengujian lah. Pada prinsipnya kalau memang ada indikasi itu, kita minta pihak yang mendalilkan itu, membuktikan. Tentunya kami di komisi III kan melakukan kerja-kerja pengawasan,” tegasnya.
Baca juga:
Kendati begitu, Arteria mengaku belum mendapatkan informasi itu. Dirinya berharap kabar tersebut tidak benar.
“Kami di Komisi III berharap kabar itu tidak benar. Karena di Kemenkumham sendiri saat ini relatif banyak pembenahan. Sehingga tata Kelola kementerian, baik yang teknis maupun administrasi sudah jauh lebih baik,” kata Arteria.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Club, Gigih Guntoro mengungkapkan adanya dugaan korupsi Dana Penanganan COVID-19, meliputi Pengadaan Obat dan Multivitamin Palsu.
Tuduhan tersebut muncul karena obat dan multivitamin tidak sesuai dengan spesifikasi BPOM. Adapun periode program yang diperuntukkan bagi pegawai tersebut berjalan sepanjang April hingga Juni 2021 senilai Rp 5.644.450.000.
“Patut diduga ada keterlibatan Oknum pejabat di BPSDM. Indikasi pemalsuan obat dan multivitamin terjadi karena tidak ada kesesuaian kode BPOM, jenis label, tidak ada tanggat kadaluarsa, merek dan bentuk kemasan. Praktek ini jelas tidak hanya merugikan kesehatan pegawai tapi juga merugikan keuangan negara,” ujarnya dalam keterangan tertulis.