Lama Tak Terjadi Gempa Besar, Megathrust Selat Sunda Patut Diwaspadai
JAKARTA – Terjadinya gempa bumi yang bersumber dari lautan dengan Selat Sunda dan perairan selatan Jawa bagian barat perlu diwaspadai. Koordinator Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan segmen megathrust Selat Sunda merupakan salah satu zona seismik gap di Indonesia yang selama ratusan tahun belum terjadi gempa besar, sehingga patut diwaspadai.
"Gempa Ujung Kulon, Banten kemarin sebenarnya bukan ancaman sesungguhnya karena segmen megathrust Selat Sunda mampu memicu gempa dengan magnitudo tertarget mencapai 8,7 dan ini dapat terjadi sewaktu-waktu, inilah ancaman yang sesungguhnya," kata Daryono dalam pesan singkatnya yang diterima di Jakarta, Sabtu, 15 Januari.
Dia mengatakan hingga kini belum ada teknologi yang bisa memprediksi kapan gempa terjadi. Oleh karenanya dengan kondisi ratusan tahun belum terjadi gempa besar di Selat Sunda tentu patut diwaspadai. Pasalnya epicentrum gempa berada di antara dua lokasi gempa besar yang merusak dan memicu tsunami, yaitu Gempa Pangandaran magnitudo 7,7 pada 2006 dan Gempa Bengkulu magnitudo 8,5 pada 2007.
Berdasarkan catatan sejarah gempa dan tsunami, di wilayah Selat Sunda memang sering terjadi tsunami, tercatat Tsunami Selat Sunda pada 1722, 1852, dan 1958 disebabkan oleh gempa.
Baca juga:
- Polda Banten Catat 54 Rumah Rusak Akibat Gempa Magnitudo 6,7
- Mungkinkah Tanda-Tanda Alam? Geger Lintang Muncul di Bibir Pantai Sebelum Gempa Banten
- Kesimpulan Jusuf Kalla: Adil Sangat Penting, 11 dari 15 Konflik Besar di Indonesia karena Rasa Ketidakadilan
- Tersangka Notaris di Kasus Mafia Dino Patti Djalal Dilimpahkan ke Kejaksaan, Bakal Segera Disidangkan
Kemudian, Tsunami pada 416, 1883, 1928, 2018 berkaitan dengan erupsi Gunung Krakatau. Sedangkan tsunami tahun 1851, 1883 dan 1889 dipicu aktivitas longsoran.
Daryono mengatakan gempa kuat dan tsunami adalah proses alam yang tidak dapat dihentikan, bahkan memprediksi kapan terjadinya pun juga belum bisa.
"Namun, dalam ketidakpastian kapan terjadinya itu kita masih dapat menyiapkan upaya mitigasi konkret seperti membangun bangunan tahan gempa, memodelkan bahaya gempa dan tsunami, kemudian menjadikan model ini sebagai acuan mitigasi," katanya.
Perlunya perencanaan wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami, menyiapkan jalur evakusi, memasang rambu evakuasi, membangun tempat evakuasi, berlatih evakuasi/drill secara berkala, termasuk edukasi evakuasi mandiri.
“Selain itu, BMKG juga akan terus meningkatkan performa peringatan dini tsunami lebih cepat dan akurat,” ujar Daryono.