BPOM Terbitkan Izin Penggunaan Darurat Molnupiravir Jadi Obat COVID-19, Ini Efek Sampingnya
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan (BPOM) izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) Molnupiravir sebagai obat COVID-19.
Obat Molnupiravir yang disetujui berupa kapsul 200 mg yang didaftarkan oleh PT. Amarox Pharma Global dan diproduksi Hetero Labs Ltd., India.
“Setelah melalui evaluasi terhadap data-data hasil uji klinik bersama dengan Tim Ahli Komite Nasional Penilai Obat serta asosiasi klinisi untuk persetujuan EUA ini, Badan POM bersama Kementerian Kesehatan juga akan terus memantau keamanan penggunaan Molnupiravir di Indonesia,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam keterangannya, Jumat, 14 Januari.
Obat ini diindikasikan untuk pengobatan infeksi COVID-19 ringan sampai sedang pada pasien berusia 18 tahun ke atas, dengan catatan tidak memerlukan pemberian oksigen dan memiliki peningkatan risiko menjadi infeksi COVID-19 berat, yang diberikan dua kali sehari sebanyak 4 kapsul (@200 mg) selama 5 hari.
Penny menjelaskan, berdasarkan hasil uji klinik fase III, Molnupiravir dapat menurunkan risiko hospitalisasi atau kematian sebesar 30 persen pada pasien COVID-19 derajat ringan hingga sedang dan 24,9 persen pada pasien COVID-19 ringan.
"Berdasarkan hasil evaluasi dari aspek keamanan, pemberian Molnupiravir relatif aman dan memberikan efek samping yang dapat ditoleransi," ungkap Penny.
Baca juga:
Ada pun efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual, sakit kepala, mengantuk, nyeri abdomen, dan nyeri orofaring. Selain itu, Hasil uji non-klinik dan uji klinik, molnupiravir tidak menyebabkan gangguan fungsi hati.
"Namun demikian, Molnupiravir tidak boleh digunakan pada wanita hamil dan untuk wanita usia subur yang tidak hamil harus menggunakan kontrasepsi selama pemberian Molnupiravir," terangnya.
Sebelumnya, Badan POM telah menerbitkan EUA untuk beberapa obat COVID-19 diantaranya antivirus Favipiravir, antivirus Remdesivir, antibodi monoklonal Regdanvimab.