KPK Ingatkan Kepala Daerah Jauhi Konflik Kepentingan, Jangan Tiru Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepala daerah untuk berintegritas. Mereka juga diminta menjauhi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan pekerjaannya.
Hal ini disampaikan setelah KPK melakukan tangkap tangan dan menetapkan Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi atau Kang Pepen sebagai tersangka. Dia diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.
"Mengingatkan kepala daerah untuk selalu menghindari potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan barang dan jasa maupun lelang jabatan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan, Senin, 9 Desember.
Peringatan ini, sambung Ipi, diberikan karena jabatan kepala daerah riskan dengan konflik kepentingan. Dia juga mengungkap dari hasil studi yang dilakukan KPK, konflik kepentingan kerap kali menjadi penyebab terjadinya praktik korupsi di Tanah Air.
Adapun bentuk konflik kepentingan yang kerap terjadi di antaranya adalah penerimaan gratifikasi atas suatu keputusan atau jabatan, proses pemberian izin yang mengandung unsur ketidakadilan atau melanggar hukum, serta proses pengangkatan maupun mutasi pegawai, hingga penentuan rekanan atau penyedia barang dan jasa.
"Di mana penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundangan memiliki kepentingan pribadi sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya," tegasnya.
Baca juga:
- Buntut OTT Bekasi, Muncul Tudingan Pembunuhan Karakter dari Anak Wali Kota Rahmat Effendi yang Dinilai Bikin Gaduh
- Dilaporkan ke KPK Soal Dugaan Korupsi, Begini Reaksi Ahok
- KPK Temukan Bukti Dugaan Suap Wali Kota Bekasi Usai Geledah Kantor Hingga Rumah Dinas
- Usut Aliran Pemberian Uang untuk Dapatkan Dana PEN Daerah, KPK Periksa Bupati Kolaka Timur
Tak hanya meminta kepala daerah untuk berintegritas, KPK juga meminta agar perbaikan sistem harus dilakukan. "Termasuk pada prbadi maupun dalam budaya instansi," ungkap Ipi.
"KPK dalam upaya perbaikan sistem juga telah mendorong penguatan tata kelola pemerintah daerah yang baik melalui Monitoring Center for Prevention (MCP). Dua dari delapan fokus area penguatan tata kelola tersebut adalah manajemen aparatur sipil negara (ASN) dan pengadaan barang dan jasa pemerintah," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Rahmat Effendi atau Pepen bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.
Pepen diduga menerima uang miliaran rupiah sebagai commitment fee dari pihak swasta yang lahannya dibebaskan untuk proyek milik Pemkot Bekasi dan mendapat ganti rugi. Hanya saja, dia menyebut uang tersebut dengan kode sumbangan masjid.
Selain suap di atas, komisi antirasuah juga mengungkap Pepen menerima uang terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi dengan jumlah Rp30 juta. Pemberian uang dilakukan oleh Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril dan diterima oleh Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M Bunyamin.
Kemudian, dia juga menerima sejumlah uang dari pegawai di Pemkot Bekasi sebagai imbalan atas posisi mereka. Hanya saja, tak dirinci berapa jumlah uang yang diterima politikus Partai Golkar tersebut.
Namun, uang yang ditemukan dari hasil pemberian para pegawai itu hanya tersisa Rp600 juta saat operasi senyap dilakukan. Diduga, uang sudah ada yang digunakan sebagian untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.