Memegang Janji Pemerintah tentang Ibu Kota Baru yang 'Hijau'

JAKARTA - Pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur meninggalkan kekhawatiran. Akankah pemerintah dapat menjamin eksistensi hutan dan lingkungan tak terganggu? Kami mewawancarai Sibarani Sofian, pemenang sayembara desain IKN untuk menjelaskan konsep pembangunan yang digagas.

Jika melirik konsep besar pembangunan ibu kota baru yang disebut "Nagara Rimba Nusa", rasanya kita bisa berharap. Sibarani menjelaskan, Nagara Rimba Nusa terdiri dari tiga makna. Nagara yang berarti kota atau pemerintahan, Rimba yang mengadaptasi kondisi geografis Kalimantan Timur yang didominasi hutan, serta Nusa yang bermakna Indonesia sebagai negara kepulauan.

Dengan tiga konsep itu, Sibarani yakin pembangunan berorientasi keselarasan antara manusia dan alam dapat tercapai. Segala keselarasan itu diharapkan dapat memberi pengaruh dalam arah kebijakan yang diambil pemerintah ke depan.

"Jadi, kalau kita bisa benar-benar berorientasi pada elemen-elemen alam seperti ini, niscaya pemerintahan kita itu bisa dekat dengan alam. Dan kebijakan alam atau nature wisdom itu bisa kita rangkul untuk bisa menyelaraskan antara hubungan manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan," kata Sibarani ditemui VOI di kantornya, beberapa waktu lalu.

Sibarani Sofian membedah rancangan bersama tim Urban+ (Istimewa)

Pemerintah, menurut Sibarani memberi arahan soal empat garis besar pembangunan yang harus dilakoni untuk ibu kota baru. Pertama adalah konsep penghijauan. Kedua, smart city. Selanjutnya, pemerintah mengamanatkan pembangunan ibu kota baru dengan nilai Indonesia sentris yang artinya dapat merefleksikan karakteristik Indonesia dalam pembangunannya.

"Dan yang terakhir kemudian tambahan dari Pak Joko Widodo adalah kota yang menjadi kompeten untuk internasional. Jadi kota yang punya kelas internasional."

Sibarani optimis cita-cita pembangunan itu dapat dilakukan. Menurutnya, pembangunan ibu kota baru akan lebih mudah. Alasannya, sebagian besar kota di Indonesia hari ini adalah warisan sejarah masa lampau. Hal itulah yang menyebabkan tata kota hari ini sulit dibenahi. Jangankan membenahi kota agar selaras dengan alam. Membenahi kota yang ramah manusia saja sulit dilakukan hari ini.

Pembangunan kota berorientasi alam itu sejatinya dapat kita lihat dari proporsi pembangunan yang tercantum dalam masterplan. Dalam rancangan besar pembangunan, pemerintah menetapkan proporsi hutan sebesar 70 persen, berbanding dengan proporsi perkotaan yang berkisar di angka 30 persen.

"Kalau sekarang kita punya kesempatan memulai dari nol. Kalau dari nol, konsep kesetaraan atau konsep keseimbangan antara manusia dengan alam itu harusnya bisa kita capai karena formulasinya kita mulai dari nol. Dan apapun yang terbaik, kita ambil dari berbagai case tadi yang kita dapat bisa kita terapkan di sana. Dan karena itu, soul dari masterplan-nya adalah bagaimana kita berorientasi pada alam."

Segala pemaparan yang disampaikan Sibarani wajib kita rekam. Dengan begitu, kita dapat mengontrol implementasi konsep pembangunan yang disebut-sebut selaras antara manusia, alam, bahkan hubungan keduanya dengan Tuhan. Dan seperti yang dikatakan Sibarani, semoga pembangunan berorientasi lingkungan dapat membawa kebijakan pemerintah ke arah yang lebih 'selaras'.

>