Peras Warga Mengaku Petugas PPKM Gunakan Airsof Gun, Kejari Bantul Tuntut Angky Wicaksana 18 Bulan Penjara

BANTUL - Kejaksaan Negeri Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menuntut Angky Wicaksana Setiatama, terdakwa pemerasan yang mengaku petugas penindakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dengan hukuman penjara selama 18 bulan.

"Tuntutannya dari Kejari (Kejaksaan Negeri) Bantul satu tahun enam bulan sesuai Pasal 368 ayat (1) KUHP," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bantul Heni Indri Astuti ditemui usai sidang tuntutan perkara tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Antara, Senin, 3 Januari.

Menurut JPU, tuntutan tersebut sudah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal meringankan adalah terdakwa belum pernah melakukan tindakan kejahatan dan terdakwa melakukan perbuatan itu karena alasan terdesak butuh uang untuk biaya pengobatan istrinya.

"Yang dinilai memberatkan karena mengaku petugas PPKM, jadi ini membuat para petugas PPKM citranya tidak baik sehingga dikhawatirkan ke depan petugas PPKM ketika sedang melaksanakan tugas menyebabkan orang menjadi tidak percaya," katanya.

JPU mengatakan kasus pemerasan mengaku petugas PPKM itu terjadi pada Minggu, 12 September 2021, sekitar pukul 02.00 WIB dini hari di sebuah jalan dekat warung angkringan wilayah Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, yang saat itu terdakwa membawa senjata jenis "airsoft gun".

"Jadi terdakwa Angky dari rumah sudah ada niat mencari duit untuk istrinya yang sakit dan membawa senjata api airsoft gun dalam keadaan mati. Namun intinya ingin bisa mendapat uang dengan senjata itu," katanya.

Dia melanjutkan di jalan yang bersangkutan mengaku petugas PPKM dan kemudian mendapati kerumunan di angkringan tersebut, dan langsung menanyakan identitas KTP kepada para warga yang berkerumun di warung tersebut.

"Yang punya KTP disuruh pergi, tapi tinggal dua orang di bawah umur, atau usia 15 tahun tidak punya KTP, diajak pergi dari situ, selang sekitar 100 meter diminta berhenti dan diambillah telepon seluler dengan ditakuti senjata 'airsof gun'," katanya.

Kemudian terdakwa meminta kedua korban berjalan jongkok ke arah berlawanan, tetapi kurang lebih 10 meter setelah itu ditinggal pergi oleh terdakwa dengan dua ponsel dibawa.

"Saat itu korban melihat (terdakwa pergi) , tetapi tidak bisa mengejar, kemudian korban langsung melaporkan kejadian tersebut kepada polisi dan keesokan harinya langsung ditangkap polisi," katanya.

Sementara itu, dalam persidangan yang dilaksanakan secara virtual, terdakwa mengajukan keringanan atas tuntutan yang disampaikan jaksa, karena mengakui kesalahan dan berjanji tidak mengulangi perbuatan yang sama, dan punya tanggung jawab biaya pengobatan istri.

Ketua Majelis Hakim Dwi Melaningsih didampingi anggota Dian Yustisia dan Agus Supriyono usai mendengarkan tuntutan JPU dan tanggapan terdakwa akan mempertimbangkan untuk pengambilan keputusan, dan akan menggelar sidang putusan di PN Bantul pada Senin, 10 Maret mendatang.