KPK Kembali Tetapkan Bupati Nonaktif Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Tersangka, Kali Ini Terkait Pencucian Uang
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif Abdul Wahid sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan dilakukan setelah penyidik mendapati adanya upaya menyamarkan dan mengubah bentuk hasil suap dan gratifikasi yang diterimanya. Tak hanya itu, Abdul juga diduga mengalihkan aset dari hasil praktik lancung yang dilakukannya kepada orang lain.
"Dari temuan bukti, KPK kembali menetapkan tersangka AW sebagai tersangka dalam dugaan perkara TPPU," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan ALi Fikri kepada wartawan, Selasa, 28 Desember.
Ali mengatakan penerapan TPPU kepada Abdul dilakukan karena bukti yang ditemukan penyidik.
"Ada bukti permulaan yang cukup terjadi perubahan dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti kendaraan, dan menempatkan uang dalam rekening bank," tegasnya.
Lebih lanjut, Ali mengingatkan semua pihak tidak berupaya menghalangi proses penyidikan dugaan pencucian uang yang dilakukan Abdul Wahid. Peringatan ini diberikan karena KPK telah menerima informasi ada pihak yang berupaya mengalihkan aset tersebut secara sepihak.
Bagi siapapun yang menghalangi proses ini, Ali bilang, KPK tak segan menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor. Adapun bunyi pasal tersebut adalah:
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta
"KPK mengingatkan agar dalam proses penyidikan perkara ini, tidak ada pihak-pihak yang dengan secara sadar dan sengaja mencoba mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan perkara ini karena kami tak segan terapkan sanksi pidana," ujar Ali.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan dan menahan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid. Penetapan ini merupakan pengembangan kasus dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada 15 November lalu di mana 3 orang jadi tersangka.
Baca juga:
- KPK Dalami Aliran Uang Suap untuk Bupati Hulu Sungai Utara dan Penggunaannya Lewat Anggota DPRD Tabalong
- KPK Sita Bangunan Milik Bupati HSU Nonaktif dan Mobil Ketua DPRD
- Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa, KPK Panggil Bupati HSU Abdul Wahid
- PT Kayan Hydro Energy Pembangunan PLTA Kayan Cascade Tak Akan Ganggu Ekosistem
Adapun tiga orang yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan adalah Plt Kadis PU Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.
Dalam kasus ini, Abdul jadi tersangka karena menerima uang dari Plt Kepala Dinas PUPRP Maliki. Uang tersebut diserahkan sesuai permintaannya karena menunjuk Maliki.
Selain itu, Abdul juga menerima pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari proyek pekerjaan Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 dengan jumlah Rp500 juta.
Berikutnya, ia juga diduga menerima uang sejumlah Rp4,6 miliar pada 2019; Rp12 miliar pada 2020; dan Rp1,8 miliar pada 2021. Uang tersebut diberikan sebagai komitmen fee dari proyek lain yang telah dikerjakan oleh pihak swasta.