Soal Cukai Plastik, Pengusaha Mamin: Lebih Baik Dorong Industri Daur Ulang dan Edukasi Tidak Buang Sampah Sembarangan
JAKARTA – Kalangan pelaku usaha makanan dan minuman kembali merespon atas rencana pemerintah untuk menetapkan pungutan perpajakan berupa cukai pada barang-barang berbahan baku plastik.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan bahwa pemerintah seharusnya tidak mengambil jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan plastik di dalam negeri dengan memberlakukan ketentuan cukai.
Menurut dia, seharusnya penyelenggara negara dapat mengedepankan praktik-praktik sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat luas sebelum menyusun regulasi perpajakan.
“Perlu dikedepankan edukasi ke konsumen dan masyarakat, seperti adanya gerakan nasional serempak soal plastik,” ujar dia kepada VOI, Jumat, 24 Desember.
Adhi menambahkan, jika hal ini sudah terbangun maka akan timbul kesadaran luas akan pentingnya menjaga penggunaan plastik sekaligus berpotensi memunculkan peluang ekonomi.
Baca juga:
“Untuk plastik misalnya, edukasi akan memunculkan budaya tidak buang sampah sembarangan. Selain itu perlu juga didorong adanya industri daur ulang. Yang jelas, ini semua terkait dengan manajemen pengelolaan sampah,” tutur dia.
Seperti yang diberitakan VOI sebelumnya, pemerintah telah menetapkan periode 2022 sebagai awal pemberlakukan pungutan cukai plastik beserta minuman perpemanis. Amanah itu tertuang dalam Undang-Undang APBN 2022 di turunan regulasi Perpres 104/2021.
Disebutkan bahwa besaran pungutan bagi plastik adalah senilai Rp30.000 per kilogram atau Rp200 per lembar plastik. Sementara untuk minuman berpemanis seperti minuman teh kemasan, soda, kopi, minuman berenergi, dan konsentrat direncanakan pengenaan cukai Rp1.500 sampai dengan Rp2.500 perliter.