Sri Mulyani: Butuh 100 Tahun untuk Capai Kesetaraan Gender
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa dibutuhkan waktu hampir 100 tahun untuk menutup ketimpangan gender (gender gap) di level global. Asumsi tersebut didasarkan pada riset dari World Economic Forum (WEF) Report pada 2020 yang lalu.
“Ketimpangan gender hanya bisa ditutup dalam jangka waktu 99,5 tahun, jadi membutuhkan periode hampir 100 tahun,” ujarnya saat berbicara di forum Capital Market Women Empowerment melalui saluran daring, Rabu, 22 Desember.
Menurut Menkeu, perempuan menghadapi berbagai hambatan di dalam rangka untuk bisa mendapatkan kesetaraan, tidak hanya dari sisi kesempatan, tapi juga pengakuan.
“Ini terutama karena perempuan memang masih tertinggal di dalam partisipasinya di ekonomi, perekonomian, dan juga dari sisi politik, pemberdayaan dan pengambilan keputusan secara politik,” tuturnya.
Disebutkan bahwa beberapa peran penting di kabinet dan DPR memang telah dipegang oleh perempuan. Meski demikian, partisipasi perempuan dalam angkatan kerja masih sangat rendah.
Baca juga:
- Awas! Sri Mulyani Peringatkan Turbulensi 2022 Lebih Kencang, Penyesuaian Kebijakan Moneter Negara Maju jadi Pemicu
- Pemerintah Masih Tanggung Biaya Pasien COVID-19, Nilai Perawatan Naik Rp3,8 Triliun dalam Sebulan
- Terungkap! Sri Mulyani Kucurkan Rp19 Triliun ke Polri untuk Modernisasi Almatsus dan Sarpras
“Secara rata-rata, tingkat partisipasi perempuan di dalam angkatan kerja kita itu hanya 54 persen. Kalau laki-laki 82 persen. Jadi jauh di bawah laki-laki,” ucap dia.
Guna mengatasi hal tersebut, Kementerian Keuangan melalui APBN telah memasukkan gender responsive budgeting, mulai perencanaan, penganggaran, monitoring, hingga tracking bagaimana belanja negara mendukung terciptanya kesetaraan gender di Indonesia.
“Perlu dilihat apakah dimensi dari sisi gender itu tetap terjaga untuk memberikan kesempatan yang sama karena perempuan sering dihadapkan pada kondisi sosial, kultural, bahkan dari sisi norma yang menghalangi mereka atau dibuat seperti menjadi tambahan halangan bagi mereka untuk bisa bersama-sama maju di dalam kehidupan maupun di dalam peranan sosial ekonomi,” tutup Menkeu Sri Mulyani.