Pro-Kontra Parpol soal Presidential Threshold Nol Persen, Siapa yang Setuju?
JAKARTA - Usulan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold nol persen menuai pro dan kontra. Usulan ini muncul dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dengan tujuan pemberantasan korupsi. Baginya, jumlah ambang batas yang tinggi membuat biaya politik juga tinggi dan berpotensi memunculkan korupsi.
Ada partai politik yang mendukung, ada yang menolak bahkan minta tambah. Sebagian lagi, menilai ambang batas harus tetap ada namun angkanya diturunkan.
PAN-PKS Setuju Nol Persen
"PAN setuju presidential threshold nol persen. Bahkan sejak pembahasan RUU Pemilu (UU Nomor 7 tahun 2017), di mana saya ikut sebagai anggota Pansus, sikap PAN sudah jelas presidential threshold nol persen," ujar Wakil Ketua PAN, Viva Yoga Mauladi, Rabu, 15 Desember.
Menurut Viva, presidential threshold nol persen akan memunculkan tunas baru bagi kepemimpinan Indonesia. Pasalnya, sudah tidak ada lagi pembatasan dalam pengusungan pasangan calon oleh partai politik maupun gabungan parpol.
"(Presidential threshold nol persen, red) menghilangkan kesan dan persepsi negatif kepada partai politik yang dianggap sebagai pembajak sistem demokrasi Pancasila dan menjadi akar kepemimpinan oligarkis sebagai virus bagi kesehatan demokrasi," tegas Viva.
"PKS hingga saat ini terus berusaha untuk menurunkan presidential thershold. Usulannya maksimal 10 persen dan minimalnya sama dengan parliamentary threshold 4 persen," kata Mardani, Rabu, 15 Desember.
Mardani menuturkan, partainya juga mendukung adanya usulan presidential threshold nol persen demi membuka kontestasi yang adil dan memberi kesempatan bagi semua pihak untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
"(Presidential threshold 20 persen) ini membatasi arena kontestasi dan melimitasi peluang wujudnya kontestasi karya dan gagasan," kata anggota Komisi II DPR tersebut.
Baca juga:
- Singgung Pernyataan Firli Bahuri Soal Presidential Threshold 0 Persen, Wakil Ketua KPK: Itu Pendapat Pribadi
- Diusulkan Nol Persen, PDIP: Idealnya Presidential Threshold 30 Persen
- Ketum PKB Ingin Presidential Threshold Diturunkan Jadi 5 Persen
- Ramai Wacana Presidential Threshold Nol Persen, PPP: Belum Ada Rencana Revisi UU Pemilu
PDIP Menolak, Malah Minta Dinaikkan jadi 30 Persen
"Yang ideal sesuai rumus umum di negara-negara sistem presidential parliamentary threshold 10 persen, dan presidential threshold 30 persen, agar sistem presidential berjalan seiring dengan multi-partai sederhana," ujar Hendrawan kepada wartawan, Rabu, 15 Desember.
PDIP, lanjut anggota Komisi IX DPR itu, ingin memperkuat sistem presidential bukan sistem parlementer. Karena itu, kata Hendrawan, capres harus mendapat dukungan cukup dari parpol di parlemen.
"Sistem presidential itu hanya cocok untuk sistem multi partai sederhana, antara 2-5 partai. Di Indonesia jumlah partai masih terlalu banyak. Konsolidasi melalui parliamentary threshold belum berhasil merampingkan jumlah partai," jelasnya.
Hendrawan menegaskan, presidential threshold adalah jalan tengah agar ketegangan antara sistem presidential dan multi partai dapat diharmonisasi atau disinergikan.
"Kalau tidak, kita tergelincir dalam sistem parlementer," tegas Hendrawan
Golkar dan PPP Ingin PT 20 Persen Dipertahankan
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin, menilai presidential threshold 20 persen penting sebagai upaya penyaringan calon atau figur yang akan diusung oleh partai politik pada pemilu.
"Presidential threshold itu harus tetap ada, karena jika tidak ada maka para calon itu tidak akan tersaring," ujar Nurul Arifin kepada wartawan, Rabu, 15 Desember.
"Selain itu, jangan sampai presiden terpilih nantinya tidak dapat dukungan di parlemen sehingga akan menghambat kebijakan yang dibuatnya," kata Awiek.
PKB dan NasDem Sepakat PT 20 Persen Diturunkan
Dia menyarankan, agar sebaiknya ambang batas 20 persen bisa diturunkan agar lebih memberikan ruang kompetisi dalam demokrasi di Indonesia. Muhaimin alias Cak Imin mengusulkan agar presidential threshold bisa diturunkan pada kisaran angka 5 sampai 10 persen saja.
"(presidential threshold 20 persen, red) masih belum cita-cita kita, cita-cita kita 5-10 persen. Supaya lebih memberi ruang ekspresi dan kompetisi, semua punya hak yang sama," ujar Muhaimin di Gedung DPR, Rabu, 15 Desember.
Kendati demikian, soal wacana ambang batas elektoral pencalonan presiden nol persen, wakil ketua DPR RI itu tak sepenuhnya sepakat. Sebab Cak Imin menilai, ambang batas tetap dibutuhkan karena perolehan suara serta elektoral masing-masing partai berbeda-beda.
"Idealnya kan nol persen, tapi kan nggak lucu lah, harus ada pembatasan. Tapi gagal kemungkinan ya (nol persen, red) karena sudah ada pembatasan. Ya, mungkin pada Pemilu yang akan datang," kata Cak Imin.
"Presidential threshold penting karena dalam rangka memperkuat sistem presidensil, meskipun sebaiknya PT harus diikuti dengan electoral threshold dan menaikan parlemen threshold, presidential threshold dapat menaikkan kualitas paslon karena harus melewati mekanisme penentuan atau seleksi di koalisi partai politik," kata Atang lewat keterangannya, Rabu, 15 Desember.
Namun, lanjut Atang, besaran PT 20 persen perlu diperhatikan. Sebab, bila melihat praktik ketatanegaraan PT 20 persen hanya mengakibatkan adanya dua paslon pilpres. Bahkan telah menimbulkan polarisasi yang sangat kuat dan ekses pembelahan masyarakat akibat perbedaan dukungan semakin runcing.
"Sehingga perlu dipertimbangkan menurunkan PT 15 persen, agar bisa lebih dari 2 paslon, maka dapat meminimalisir polarisasi, termasuk juga membuka ruang kepada banyak partai untuk melakukan rekruitmen paslon, karena mempermudah proses koalisi, sehingga ruang demokrasi akan lebih terbuka dan kompetitif," katanya.