Korek Keterangan Pengasuh Ponpes Bobby Koesmanjaya, KPK Ingin Dalami Mobil yang Dibeli Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Salah satu yang didalami terkait pembelian mobil yang dilakukan Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif, Abdul Wahid.

Pendalaman ini dilakukan dengan memeriksa dua saksi pada Selasa, 30 November kemarin. Mereka yang diperiksa adalah pendiri dan pengasuh pondok pesantren (ponpes), Bobby Koesmanjaya dan swasta bernama Ferry Riandy.

"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan pembelian beberapa unit mobil oleh tersangka AW yang satu unit diantaranya telah disita oleh tim penyidik dari Ketua DPRD HSU," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 1 Desember.

Sebelumnya, KPK memang telah menyita sebuah mobil berjenis minibus warna hitam bermerek Honda. Selain mobil, penyidik juga menyita klinik milik Abdul Wahid yang berlokasi di Kelurahan Paliwara, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa ini, KPK menetapkan dan menahan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid. Penetapan ini dilakukan setelah komisi antirasuh menetapkan tiga orang tersangka yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 September lalu.

Adapun tiga orang yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan adalah Plt Kadis PU Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.

Dalam kasus ini, Abdul jadi tersangka karena menerima uang dari Plt Kepala Dinas PUPRP Maliki. Uang tersebut diserahkan sesuai permintaannya karena menunjuk Maliki.

Selain itu, Abdul juga menerima pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari proyek pekerjaan Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 dengan jumlah Rp500 juta.

Berikutnya, ia juga diduga menerima uang sejumlah Rp4,6 miliar pada 2019; Rp12 miliar pada 2020; dan Rp1,8 miliar pada 2021. Uang tersebut diberikan sebagai komitmen fee dari proyek lain yang telah dikerjakan oleh pihak swasta.