Sejarah Bandara Kualanamu: Dari Polonia yang Diambil dari Pengusaha Polandia hingga Ambisi Jusuf Kalla
JAKARTA - Sumatra Utara (Sumut) punya bandara canggih. Bandara Internasional Kualanamu namanya. Kualanamu jadi simbol kemajuan. Kehadirannya digadang-gadang sebagai pengganti Bandara Polonia yang tengah bermasalah.
Perencanaan Bandara Kualanamu tak sebentar. Inisiasinya dimulai dari era 1990-an. Resesi 1997-1998 buat realisasinya mandek. Pembangunan baru dijalankan serius pada 2006 atas inisiasi Jusuf Kalla. Kualanamu menjelma sebagai salah satu bandara tersibuk di Indonesia.
Tembakau adalah komoditi yang membuat nama Sumatra Timur --kini Sumut-- terkenal di pelosok negeri. Kota Medan yang mulanya sepi jadi ramai. Pengusaha-pengusaha dari Hindia-Belanda hingga luar negeri mulai berdatangan ke Medan, mereka berinvestasi.
Penguasa asal Polandia, Baron Mishalsky, salah satunya. Ia mendapatkan izin lahan konsesi perkebunan tembakau dari pemerintah kolonial Belanda pada 1872. Baron Mishalsky mengikuti jejak pengusaha lainnya ikut menamai perkebunannya. Perkembunan tembakau itu dinamainya Polonia. Sebuah nama yang diambil dari bahasa Latin Polandia, yakni Polonia.
Nama itu bertahan sekalipun izin lahan konsesi telah berpindah tangan. Pemilik barunya, Deli Maatschappij tak memedulikan persoalan nama. Mereka hanya memikirkan keuntungan. Dunia penerbangan sedang naik daun, perusahaan itu ikut antusias.
Sampai-sampai Deli Maatschappij merelakan sebidang tanah Polonia untuk dijadikan landasan udara darurat. Supaya Medan makin ramai Investor, katanya. Perlahan-lahan, landasan udara darurat itu diperbesar. Fasilitasnya ditingkatkan seiring mulai ramainya penerbangan. Secara bertahap, landasan darurat itu menjelma menjadi Bandara Polonia pada 1931.
“Asisten Residen Sumatra Timur, C.J. Van Kempen, waktu itu telah mendesak pemerintah Hindia Belanda di Batavia (kini: Jakarta) agar mempercepat dropping uang untuk menyelesaikan lapangan udara tersebut, setidak-tidaknya satu garis darurat saja dahulu. Tetapi pemerintah Pusat Hindia-Belanda telah menunda-nunda hal ini ketika mendengar nasihat dari pucuk pimpinan Bala Tentara Hindia Belanda (KNIL) agar menyediakan lapangan terbang Polonia yang baru nanti itu menjadi lapangan udara sipil maupun militer.”
“Dan untuk itu pada 1929 akan dibuka jalur penerbangan setiap minggu antara Batavia-Singapura- Belawan pulang pergi dengan memakai Pesawat Terbang, dan bahwa Pemerintah Pusat sudah pula menyetujui akan menyediakan lapangan terbang Polonia pada tanggal 1 Januari 1931, Sehingga sejak 1931 itu hubungan Batavia-Singapura-Medan akan dilaksanakan dengan pesawat terbang,” ungkap Tengku Luckman Sinar dalam buku Sejarah Medan Tempo Doeloe (1994).
Kehadiran Polonia semakin meningkatkan geliat ekonomi di Sumut. Bandara itu jadi pintu masuknya wisatawan dalam dan luar negeri. Terutama investor. Apalagi saat maskapai penerbangan Belanda Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM) resmi mengoperasi penerbangan ke Polonia. Jaya Polonia bertahan hingga Indonesia merdeka.
Kala itu, Bandara Polonia dikembangkan. Fasilitas dan infrastrukturnya ditambahkan. Bandara Polonia sampai dapat menampung penumpang 900 ribu per tahun. Untuk beberapa waktu Bandara Polonia mampu menambung penumpang dari berbagai pelosok negeri.
Waktu pun berjalan cepat. Keadaan berubah pada saat memasuki tahun 1955. Bandara Polonia mulai diramalkan takkan mampu menampung keramaian daripada penumpang pesawat yang makin meningkat. Asumsi itu berkembang ketika Bintang Film Nurnaningsih bertandang ke Medan.
Bom seks pertama Tanah Air itu telah dinantikan oleh penggemarnya di Bandara Polonia. Mereka rata-rata penasaran ingin melihat langsung sang artis Ibu Kota. Apalagi Nurnangsih dijuluki Marilyn Monroe-nya Indonesia. Tak pelak, Bandara Polonia penuh sesak. Padahal yang didatang kala itu hanya mencapai ribuan. Jumlah itu saja telah begitu merepotkan Polisi Angkatan Udara (PAU).
“Bandara Polonia, Medan, 24 November 1955. Orang-orang berdesakan. Bukan sesak karena para penumpang yang hendak berpergian atau baru datang. Bandara justru sesak oleh banyak orang yang tidak hendak berpergian. Bahkan pintu kaca di restoran Polonia pecah ditabrak orang yang begitu semangat.”
“Mereka kebanyakan adalah para pria muda dan pelajar. Rupanya mereka ingin melihat secara langsung dan lebih dekat seorang bintang film Indonesia sensasional. Satu-satunya bintang film yang mau berpose ‘berani.’ Bintang film itu adalah Nurnaningsih,” terang Surat Kabar De Locomotif pada 25 November 1955, dikutip Achmad Sunjayadi dalam buku [Bukan] Tabu di Nusantara (2018).
Rencana bandara baru
Sesaknya Bandara Polonia makin terlihat ketika pemerintahan diambil alih oleh Seoharto. Penguasa Orde Baru (Orba) telah menyadari bahwa Polonia untuk tahun-tahun mendatang takkan mampu menampung banyak penumpang pesawat terbang. Lebih lagi, perkembangan kota yang mulai berkembang pesat. Perkembangan pemukiman penduduk itu buat bandara tampak berada di tengah kota. Karena itu, resiko kecelakaan pesawat begitu tinggi.
Opsi pembangunan bandara baru lalu dijajaki. Urgensi itu dibawa oleh Menteri Perhubungan Azwar Anas pada 1990-an. Bandara itu mulai dirancang pada 1992. Perihal lahannya sendiri telah disiapkan sejak 1995. Keinginan membangun itu didasarkan fakta bahwa Bandara Polonia hanya dapat menampung 900 ribu penumpang pertahun. Realitanya, penumpang Bandara Polonia sudah cukup penuh, jumlahnya mencapai 6 jutaan penumpang per tahun.
Pembangunan bandara baru nyatanya tak bisa direalisasi dengan cepat. Keadaan ekonomi Indonesia yang terpuruk akibat resesi 1997-1998 adalah muasalnya. Jangankan membangun, situai sektor perbankan, utang luar negeri, hingga politik kacau balau. Lagi pula, banyak perusahaan gulung tikar dan pengangguran di mana-mana. Alhasil, membangun bandara baru adalah suatu keniscayaan.
“Melihat ke belakang sejenak pada tahun 1998-1999 terjadi krisis ekonomi dan penggangguran di seluruh kawasan Indonesia. Perekonomian Indonesia terjun bebas dan mencapai titik rendahnya pada 1998, ketika terjadi resesi ekonomi yang amat berat. Inflasi mencapai 75 persen pada 1998-1999, tertinggi dalam sejarah Indonesia.”
“Namun tenyata dapat turun hingga 10 persen pada 1999-2000. Untuk bisa mewujudkan hal itu, pemerintah menerapkan langkah-langkah pengurangan. Akibatnya, banyak perusahaan gulung tikar karena tingginya suku bunga dan biaya produksi. Hal itu, menyebabkan penggangguran besar-besaran,” tulis Rosramadhana dalam buku Strategi dan Problem Sosial Politik Pemerintahan Otonomi Daerah Indonesia (2018).
Berdirinya Bandara Internasional Kualanamu
Geliat pembangunan Bandara Kualanamu makin mengemuka ketika terjadi kecelakaan pesawat Boeing 732-200 milik Mandala Airlines pada 2005. Pesawat yang mengangkut 112 penumpang dan 5 awak tu menimpa lima rumah warga Kelurahan Padang Bulan (100 meter dari Polonia). Akibat kecelakaan itu 96 penumpang dan awak pesawat tewas. Termasuk, Gubernur Sumut, Rizal Nurdin (2003-2008). Pun 44 warga Padang Bulan juga ikutan jadi korban.
Kecelakaan itu mendapatkan perhatian langsung dari Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla (2004-2009). Atas kuasanya, pembangunan Bandara Kualanamu segera langsungkan. Alias tak boleh ditunda lagi. Sosok yang dikenal luas dengan akronim JK itu menyadari pemukiman disekitar bandara sudah menjamur. Karenanya, keselamatan penumpang harus menjadi pilihan utama.
Satu-satunya solusi adalah dengan menggalakkan kembali narasi pembangunan Bandara Kualanamu. Sepuluh bulan kemudian peletakan batu pertama Bandara Internasional Kualanamu dilangsungkan. JK bertindak sebagai orang yang meletakkan batu pertama. Kemudian, pembangunan Bandara Kualanamu secara resmi dimulai pada 2006.
Dalam hal membangun Kualanamu, JK tak saja bertindak sebagai juru selamat. Tapi juga bertindak dalam perencanaan desain bandara. Awalnya bandara akan dibuat dominan dengan gaya Batak. Adapula desain lainnya yang disiapkan mayoritas gaya Melayu.
JK menolak keduanya. JK menginginkan bandara yang bergaya modern supaya tidak ada konflik. Bagaimana pun juga Bandara Kualanamu nantinya akan menjadi bandara yang disinggahi oleh segenap rakyat Indonesia.
Maka dari itu, sudah benar nama yang dipilih adalah Kualanamu. Kata “kuala” didasari dari bahasa Melayu yang berarti muara sungai atau pertemuan sungai dengan laut. Sementara “Namu” atau “Namo” berasal dari bahasa Karo yang berarti lubuk. Jika digabungkan maka Kualanamu akan mengandung artian suatu tempat bertemu. Artinya Kualanamu adalah tempat bertemunya ragam suku bangsa di Medan. Kualanamu pun resmi beroperasi pada 25 Juli 2013.
“Ia (JK) lalu minta dibuat perencanaannya. Desain pertama bergaya Batak, dan satu lagi bergaya Melayu. Namun, sekitar 35 persen penduduk Sumut orang Jawa. Jadi kalau desainnya pakai gaya Batak, orang Jawa dan orang Melayu marah. Kalau pakai gaya Melayu, orang Jawa dan orang Batak marah.”
“Akhirnya saya mau fungsional saja. Lalu kedua, saya mau bandara itu green, hemat energi. Ketiga, saya mau airport yang modern. Lalu, untuk pembangunannya, semua arsitek dan kontraktor nasional,” tutup JK sebagai ditulis Rhenald Kasali dalam buku Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger? (2014).
*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.