Harga di China Cuma Rp60 Jutaan, PLN Berharap Ada Insentif Tambahan agar Mobil Listrik di Dalam Negeri Tak Mahal
JAKARTA - PT PLN (Persero) menginginkan kendaraan listrik mendapat tambahan insentif dan berharap pemerintah memperluas regulasi program mobil murah hijau atau LCGC menjadi kendaraan rendah emisi karbon atau LCEV.
"Saya kira program LCGC ke depan akan lebih tepat untuk mobil listrik. Terlebih Indonesia sudah mampu memproduksi baterai mobil di dalam negeri," kata Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Senin 22 November.
Bob mencontohkan produsen otomotif China saat ini sudah memproduksi mobil listrik murah di kisaran harga Rp60 juta.
Menurutnya, harga mobil listrik di dalam negeri dengan spesifikasi setara LCGC masih lebih mahal, sehingga dibutuhkan perluasan regulasi dan pemberian insentif agar bisa mendorong ekosistem kendaraan listrik Indonesia demi mencapai target karbon netral pada 2060.
Terkait dengan pilihan mobil ramah lingkungan saat ini di Indonesia, Bob percaya jika kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau KBLBB lebih baik dibandingkan kendaraan listrik hibrida plug-in atau PHEV.
Berbeda dengan KBLBB yang nol emisi, mobil hybrid masih menghasilkan emisi, karena listriknya diproduksi menggunakan mesin pembakaran internal atau ICE.
Selain itu, efisiensi mobil listrik akan sangat terasa untuk pelanggan jika langsung ke mobil listrik. Sistem mobil listrik simpel karena biaya pemeliharaan yang murah.
"Komponennya juga lebih sedikit, tidak seperti ICE yang jumlahnya cukup banyak, sehingga untuk jangka panjang pemeliharaan lebih hemat," ujar Bob.
Beberapa waktu lalu PLN melakukan uji coba konsumsi energi kendaraan listrik dengan hasil konsumsi bahan bakar mobil listrik terbukti lebih efisien dibandingkan mobil konvensional.
Uji coba itu menunjukkan satu kilowatt jam (kWh) listrik mampu menggerakkan mobil listrik sejauh 10 kilometer. Angka itu sama dengan konsumsi mobil konvensional untuk satu liter bensin.
"Penghematannya di mana? Katakanlah menggunakan Pertamax yang satu liter sekitar Rp9.000, satu kWh listrik tegangan rendah sekitar Rp1.444 itu berarti dapat penghematan mencapai enam kalinya, sangat hemat sekali," terang Bob.
Lebih lanjut dia mengakui penggunaan mobil listrik akan meningkatkan tagihan listrik rumah. Namun, jika dibandingkan dengan biaya pengeluaran untuk bahan bakar minyak bulanan tentunya akan berbeda jauh.
"Kami ada program diskon pengisian mobil listrik dari jam 10 malam sampai 5 pagi. Kami juga menyediakan program tambah daya bagi pemilik mobil listrik dengan memberi diskon penambahan yang tadinya maksimal Rp4,5 juta menjadi hanya Rp150 ribu saja," ucapnya.
Baca juga:
- Kabar Gembira dari Luhut: Harga Mobil Listrik Bakal Dibikin Terjangkau, Misalnya Wuling Harganya Rp150 Jutaan dan Akan Jadi Mobil Rakyat
- Bangun Ekosistem Motor Listrik, Gojek dan Perusahaan Luhut Rogoh Kocek Rp17 Triliun hingga 5 Tahun ke Depan
- Pertamina: Mobil Listrik Konsumsi 45 Ribu kWh sampai Oktober 2021
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan kesiapan pemerintah memasuki era kendaraan listrik. Peta jalan pengembangan industri otomotif disesuaikan dengan upaya mengurangi emisi karbon.
Pemerintah telah mengeluarkan dua peraturan Menteri Perindustrian. Pertama, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Peta Jalan Kendaraan Listrik dan Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 28 Tahun 2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap sebagai bagian tahap pengembangan industrialisasi kendaraan listrik di Indonesia.
"Hingga 2030, industri dalam negeri ditargetkan dapat memproduksi mobil listrik dan bis listrik sebanyak 600 ribu unit. Dengan angka tersebut, diharapkan konsumsi BBM dapat berkurang sebesar 3 juta barel serta menurunkan emisi karbon dioksida sebanyak 1,4 juta ton," jelas Menteri Agus.
Target itu ditetapkan untuk mendukung pemenuhan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi tas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030.
Untuk memenuhi target tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73/2019 Jo PP 74/2021 yang merevisi aturan tarif PPnBM bagi kendaraan bermotor berdasarkan tingkat konsumsi bahan bakar dan emisi karbon dioksida.
"Tentunya insentif PPnBM tersebut hanya diberikan untuk kendaraan bermotor produksi dalam negeri yang memenuhi persyaratan pendalaman manufaktur atau TKDN dalam rangka menarik investasi di sektor perakitan kendaraan bermotor, industri komponen, serta infrastruktur pendukungnya," pungkas Agus.