Wakil Erick Thohir Sebut Garuda Indonesia Bangkrut, Dirut Irfan Setiaputra: Kami Masih Terbang kok

JAKARTA - Garuda Indonesia mengalami negatif ekuitas sebesar 2,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp40 triliun. Sementara total utang Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp139 triliun. Pada posisi ini secara teknikal telah menyeret perseroan ke lubang kebangkrutan.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menegaskan bahwa perusahaan yang dipimpinnya masih berjalan meski dalam kondisi terlilit utang. Pesawat Garuda, masih mengangkasa di langit Indonesia.

"Kami masih terbang kok," tuturnya singkat, kepada VOI, Jumat, 12 November.

Lebih lanjut Irfan mengatakan, Garuda baru saja menggelar penerbangan tematik "President's Flight" yang menghadirkan nuansa layanan penerbangan kenegaraan pada rute Jakarta-Denpasar, GA 410 yang dilayani dengan armada B777-300 ER dengan nomor registrasi PK-GIG yang sebelumnya digunakan untuk menerbangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada kunjungan kenegaraannya beberapa waktu lalu.

Melalui layanan penerbangan tematik tersebut, kata Irfan, para penumpang berkesempatan merasakan pengalaman penerbangan yang berbeda dengan kehadiran atribut layanan penerbangan kenegaraan yang direpresentasikan melalui ragam jenis in-flight meals yang disajikan menyesuaikan dengan menu yang disediakan pada penerbangan kenegaraan beberapa waktu lalu. Mengangkat cita rasa kuliner nusantara mulai dari nasi kuning Manado hingga mi goreng Jawa.

Selain itu, kata Irfan, penerbangan tersebut turut menghadirkan berbagai memorabilia tematik, salah satunya berupa boarding pass edisi khusus "President's Flight" hingga menampilkan seragam tematik bertajuk "Puspa Nusantara" yang dikenakan secara khusus oleh awak kabin yang bertugas.

Irfan mengatakan bahwa hadirnya penerbangan khusus tersebut merupakan salah satu bentuk upaya Garuda Indonesia untuk terus berinovasi menghadirkan pengalaman penerbangan terbaik bagi seluruh pengguna jasa. Utamanya melalui berbagai added value pengalaman penerbangan yang kami hadirkan dalam seluruh touch point layanan Garuda Indonesia.

"Layanan penerbangan dengan nuansa penerbangan kenegaraan ini kami harapkan dapat memberikan pengalaman yang berbeda sekaligus membanggakan bagi seluruh penumpang, sejalan dengan antusiasme masyarakat terkait dengan perjalanan kenegaraan pertama yang dilaksanakan oleh Presiden RI Bapak Joko Widodo pada masa kenormalan baru ke sejumlah negara dengan menggunakan layanan penerbangan kenegaraan Garuda Indonesia," tuturnya.

Lebih dari itu, kata Irfan, program ini dilaksanakan tidak hanya untuk dapat berbagi pengalaman berbeda dengan seluruh penumpang, namun juga merupakan bentuk apresiasi terhadap dukungan seluruh pengguna jasa Garuda Indonesia di masa penuh tantangan ini.

"Ini yang menjadi energi serta motivasi besar bagi kami untuk terus menghadirkan layanan penerbangan terbaik bagi bangsa dan terus membawa kibar merah putih di langit nusantara dan dunia," ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa neraca ekuitas PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah melampaui PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ia mengatakan bahwa Garuda mengalami negatif ekuitas sebesar 2,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp40 triliun.

Sekadar informasi, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tercatat memiliki ekuitas negatif mencapai Rp38,4 triliun per Desember 2020. Sementara, Garuda Indonesia per September 2021 berada pada posisi negatif 2,8 miliar dolar AS atau Rp40 triliun.

Kartika mengatakan bahwa drop-nya tingkat neraca keuangan Garuda Indonesia disebabkan juga oleh adanya pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 73 yang dilakukan perusahaan pada 2020-2021 ini yang menyebabkan dampak penurunan ekuitas semakin dalam.

Menurut Kartika, pada posisi ini secara teknikal telah menyeret perseroan ke lubang kebangkrutan.

"Dalam kondisi ini dalam istilah perbankan sudah technically bankrupt, tapi legally belum, ini yang sekarang saat ini kita sedang upayakan gimana keluar dari posisi ini," katanya, dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Selasa, 9 November.

Lebih lanjut, Kartika mengatakan, anggapan bangkrut tersebut karena secara praktik sebagian kewajiban Garuda Indonesia sudah tak dibayar. Bahkan, gaji pegawai pun dipangkas sejak 2020. Sedangkan untuk gaji pejabat perseroan sudah sebagian ditahan.

"Jadi kita harus pahami bersama situasi Garuda sebenarnya secara technical sudah mengalami bangkrut. Karena kewajiban-kewajiban jangka panjangnya sudah tidak ada yang dibayarkan termasuk global sukuk, termasuk himbara dan sebagainya," tuturnya.

Tiko, sapaan akrabnya menjelaskan bahwa posisi utang Garuda mencapai 9,8 miliar dolar AS. Menurut dia, tunggakan pembayaran kepada lessor senilai 6,3 miliar dolar AS menjadi utang yang paling besar. Karena ada komponen jangka panjang, dan ada komponen yang tidak terbayar dalam jangka pendek.

"Kalau disampaikan utangnya mencapai 7 miliar dolar AS yang tercatat, plus kemudian utang dari lessor yang tidak terbayar 2 miliar dolar AS lagi jadi totalnya sebenarnya 9 miliar dolar AS," ucapnya.

Sedangkan aset perseroan hanya 6,9 miliar dolar AS. Tiko mengatakan persoalan keuangan di maskapai nasional tersebut terjadi akibat kombinasi antara korupsi pada masa lalu dan penurunan pendapatan di masa pandemi COVID-19.

"Jadi saya sering ditanya Garuda ini kinerjanya turun karena apa? Apakah karena korupsi atau pandemi? Ya dua-duanya, bukan salah satu. Jadi terdampak karena dua-duanya yang membuat kondisi Garuda saat ini tidak baik," ucapnya.