Soal Opsi Pailit Garuda Indonesia, Wamen BUMN: Tidak Mungkin Pemilik Membangkrutkan Perusahaannya Sendiri

JAKARTA - Wakil Menteri II BUMN, Kartika Wirjoatmodjo menegaskan, pemerintah tidak ingin PT Garuda Indonesia Tbk bangkrut. Ia mengatakan opsi pailit akan diambil jika kreditur menolak usulan yang diajukan Garuda di pengadilan terkait dengan restrukturisasi utang.

Seperti diketahui, Garuda Indonesia menghadapi tumpukan utang hingga Rp70 triliun dan nilainya terus bertambah setiap bulan. Saat ini Garuda sedang menyelesaikan restrukturisasi untuk menekan biaya operasionalnya di tengah melemahnya pendapatan perusahaan akibat penurunan penumpang di masa pandemi COVID-19.

Adapun salah satu langkah restrukturisasi adalah dengan melakukan negosiasi ulang dengan 31 lessor.

"Tidak mungkin pemilik berencana membangkrutkan perusahaannya sendiri. Kepailitan itu terjadi jika kreditur menolak usulan yang diajukan Garuda di pengadilan," katanya kepada VOI, Kamis, 4 November.

Kartika menekankan bahwa pemerintah tidak ingin membuat Garuda Indonesia bangkrut. Menurut dia, pemerintah akan mencari penyelesaian utang baik di luar proses pengadilan atau melalui proses pengadilan.

"Jadi restrukturisasi Garuda ini kompleks karena banyak sekali krediturnya dalam dan luar negeri. Saat ini kita coba maksimal untuk nego di luar pengadilan," ucapnya.

Namun, kata Kartika, apabila di dalam prosesnya ternyata ada kreditur yang membawa ke jalur proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Maka, pemerintah akan melakukan negosiasi di pengadilan.

"Nah negosiasi ini untuk mencari perdamaian (istilah hukumnya). Kepailitan itu terjadi jika kreditur menolak usulan Garuda. Yang membangkrutkan itu kreditur, kalau utang Garuda tidak terbayar," tuturnya.

Kartika mengatakan bahwa pemerintah mendukung upaya yang telah dilakukan oleh manajemen Garuda Indonesia dalam penyelamatan maskapai nasional.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa saat ini manajemen Garuda Indonesia tengah dalam pembicaraan dengan kreditor untuk merestrukturisasi utang dan mengharapkan untuk mencapai kesepakatan pada kuartal kedua 2022.

"Kami sedang bernegosiasi dengan banyak pihak dengan kebutuhan yang berbeda, sehingga preferensi mereka bervariasi," tuturnya.