JAKARTA - Teka-teki siapa calon yang bakal diusung PDI Perjuangan (PDIP) di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 terjawab sudah. Partai yang dinakhodai Megawati Soekarnoputri itu akhirnya mengusung kadernya sendiri, Pramono Anung-Rano Karno.
Sebelumnya, PDIP sempat diisukan merapat dengan Anies Baswedan. Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini baru saja ditinggal tiga partai yang mengusungnya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yaitu PKS, PKB dan NasDem.
Anies dijadwalkan menyambangi Kantor DPP PDIP, Senin (26/8), ketika partai tersebut mengumumkan bakal calon kepala daerah gelombang tiga. Namun hingga pengumuman rampung, tidak ada nama Anies di dalamnya. Ia bahkan tidak tampak saat pengumuman, meski sebelumnya sempat beredar foto dirinya bersama Rano Karno.
Memasuki hari pertama pendaftaran Pilkada Jakarta, barulah nama Pramono Anung, yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Sekretaris Kabinet (Mensekab) muncul ke publik.
Duet Pramono Anung-Rano Karno telah resmi mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta ke Kantor KPU DK Jakarta, Rabu (28/8/2024) siang WIB.
Elektabilitas Bukan Jaminan
Batalnya PDIP mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024 sebenarnya bisa ditebak sejak awal, utamanya setelah Megawati mendorong mantan Menteri Pendidikan itu menjadi kader dan ‘nurut’ dengan partai pengusungnya.
Ketika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara parpol/gabungan parpol hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD, PDIP bisa mengusung calon gubernur.
Sebelumnya, mereka dikeroyok 12 partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang sudah mendeklarasikan dukungan kepada Ridwan Kamil-Suswono.
Menyusul putusan MK tersebut, nama Anies Baswedan dan PDIP kerap dikaitkan. Partai berlambang moncong putih itu dinilai memiliki kans besar untuk memenangi Pilkada Jakarta seandainya mengusung Anies.
Elektabilitas pria kelahiran 7 Mei 1969 ini masih tinggi di berbagai survei, termasuk menurut Litbang Kompas yang menunjukkan Anies Baswedan berada di urutan teratas dalam elektabilitas rujukan gubernur Jakarta.
Anies dipilih 29,08 persen responden, disusul kader PDIP dan eks Gubernur Jakarta Basuka Tjahaja Purnama alias Ahok yang dipilih 20 persen responden. Sedangkan Ridwan Kamil hanya menempati posisi tiga dengan 8,5 persen.
Justru tidak ada nama Pramono Anung dalam deretan elektabilitas gubernur di survei Litbang Kompas, dan lembaga survei lainnya.
Direktur Eksekutif PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Centre) Andriadi Achmad melihat sejumlah alasan yang membuat PDIP lebih memilih Pramono Anung ketimbang Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024.
Pertama, Pramono Anung adalah kader senior terbaik PDIP, maka sudah sewajarnya dicalonkan sebagai kandidat gubernur dalam Pilkada Jakarta.
Andriadi juga menilai akan aneh jika PDIP ngotot mencalonkan Anies, hanya karena melihat elektabilitas semata. Selain karena Anies bukanlah kader sendiri, PDIP juga merupakan partai oposisi saat ia masih bertugas sebagai Gubernur Jakarta.
"PDIP adalah partai oposisi yang selalu berseberangan dan kritis terhadap kebijakan-kebijakan Anies Baswedan,” tutur Andriadi.
Hanya Formalitas
Alasan lainnya, secara ideologi Anies Baswedan lebih diidentikkan dengan kalangan Islam, begitu juga PKS yang sangat setia mendukung Anies Baswedan dari Pilkada Jakarta 2017 sampai Pilpres 2024, bahkan Juni 2024 lalu mendeklarasikan pasan AMAN (Anies Baswedan - Sohibul Iman) akhirnya bubar jalan di awal Agustus lalu.
Masyarakat tentu masih ingat bagaimana Anies memainkan politik identitas saat berhadapan dengan Ahok, yang kala itu diusung PDIP, di Pilkada Jakarta 2017. Sehingga, meski elektabilitas Anies Baswedan tinggi di berbagai survei, menurut Andriadi itu bukan jaminan memenangkan Pilkada Jakarta 2024.
“Jika diusung PDIP belum tentu kalangam Islam perkotaan di Jakarta akan memilih Anies Baswedan, yang selama ini adalah pemilih setianya,” imbuh Dosen FISIP Universitas Al Azhar Indonesia tersebut.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menganggap PDIP tidak serius melawan koalisi gemuk yang tergabung dalam KIM Plus di Pilkada karena memilih meninggalkan Anies Baswedan dan mengusung Pramono Anung untuk berpasangan dengan Rano Karno.
Dedi menilai, jika PDIP tidak mengusung kandidat dengan elektabilitas tinggi untuk bersaing di Pilkada Jakarta, ia memprediksi partai tersebut hanya mengikuti ritme kepentingan pihak lain.
BACA JUGA:
"Perubahan terjadi di parpol yang belum memiliki koalisi, seperti PDIP, perubahan di PDIP sekalipun pada akhirnya akan mengarus pada kepentingan pihak lain, misalnya di Jakarta," ujar Dedi.
Ia menambahkan, jika PDIP gagal mengusung Anies dan memilih duet Pramono-Rano Karno maka hal itu menandakan mereka memang tidak serius bersaing di Pilkada Jakarta buat melawan duet Ridwan Kamil-Suswono yang diusung KIM Plus.
"Pramono tidak miliki catatan elektabilitas yang baik sementara lawan mereka koalisi gemuk dan tokoh populer," ucap Dedi.
Sementara itu, jubir PDIP Seno Bagaskoro menekankan partai tidak hanya bertumpu pada how to win (bagaimana memenangkan) tetapi how to govern (memimpin yang baik dan benar) dalam mempertimbangkan mengusung Pramono Anung.
“Pengalaman politik PDI Perjuangan menunjukkan bahwa seringkali figur-figur yang di awal masa kampanye tampak tidak dominan di elektoral survei, ternyata malah sebenarnya itulah figur yang paling tepat,” ujar Seno.