Bagikan:

JAKARTA - Abu Bakar Ba'asyir, pendiri pondok pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah adalah salah satu tokoh Islam garis keras yang ngotot ingin mendirikan negara Islam. Cita-citanya yang ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah ini bahkan sampai ke telinga pemimpin Amerika Serikat (AS), George W Bush. Orang yang kerap tersandung kasus terorisme ini dianggap AS memiliki jaringan dengan organisasi Al-Qaeda.

Ba'asyir, yang bernama lengkap Abu Bakar bin Abud Baamualim Ba'asyir lahir pada 17 Agustus 1938 di Mojoagung, kota kecil yang masuk dalam Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Ayah dan kakeknya asli Hadramaut, Yaman, namun telah menetap dan menjadi warga negara Indonesia. Sedangkan ibunya, juga keturunan arab, sementara neneknya orang Jawa asli. 

Ba'asyir dibesarkan di lingkungan agamis. Ia ditinggal oleh ayahnya sekitar umur sepuluh tahun. Sepeninggal ayahnya, Ba'asyir diasuh ibunya dengan penuh nilai-nilai agama. Ibunya meninggal dunia pada 1980 setelah mendapat kabar putranya, Ba'asyir berada di penjara saat era Presiden Soeharto. 

Ba'asyir memulai pendidikannya di Pondok Modern Gontor, Ponorogo. Setelah menamatkan sekolahnya di Gontor, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Irsyad Surakarta dengan mengambil jurusan Dakwah pada 1963. 

Pada 1971, Ba'asyir menikah dengan Aisyah binti Abdurrahman Baraja, seorang santri Mu'allimat Al-Irsayad, Solo. Hasil dari pernikahan itu, Ba'asyir memiliki tiga orang anak bernama Zulfa, Abdul, Rasyid, dan Abdurrahim.

Perjalanan kasus Ba'asyir

Seperti dijelaskan Praga Adidhatama dalam tulisannya yang berjudul Islam dan Negara Pemikiran Abu Bakar Ba'asyir Tentang Negara Islam (2009). Debut dakwah Ba'asyir adalah melalui saluran Radio Dakwa Islamiyah Surakarta (RADIS). Radio tersebut mendapat sambutan besar dari masyarakat. 

Namun RADIS berumur pendek. Radio ini dianggap menyiarkan dakwah bernada politik, maka pada 1975 radio itu dilarang oleh Orba. 

Bagaimana tidak, saat itu Ba'asyir mengkritik Asas Tunggal Pancasila yang menurutnya dipaksakan sebagai asas dari organisasi massa dan politik. Ia menilai pemerintah tidak adil dan melanggar syariat Islam. 

Dari bahasan tersebut, aparat melihat ada usaha dari ulama untuk ikut masuk ke dunia politik. Dan juga ada upaya untuk "merongrong" kekuasaan pemerintah yang sah.

Ba'asyir adalah orang yang tak terlalu memikirkan konsekuensi atas hal yang ia lakukan. Akibatnya, pada 1982, dirinya ditangkap rezim Orde Baru untuk pertama kalinya karena dianggap bersikap keras terhadap pemerintah.

Abu Bakar Ba'asyir (Sumber: Antara)

Ia ditangkap bersama Abdullah Sungkar kerabatnya. Ba'asyir dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila karena menurutnya asas tunggal tersebut hanya rekayasa dari pihak umat Kristiani untuk menghancurkan institusi Islam. 

Selain itu dirinya juga menentang penghormatan kepada bendera karena dianggapnya perbuatan sirik. Ajaran Abu Bakar Ba'asyir itu kemudian sempat ditularkan kepada muridnya. Karena kasus Abu Bakar Ba'asyir yang pertama itulah ia mulanya divonis 9 tahun penjara. 

Dalam persidangannya, Ba'asyir mengaku telah menjadi pengikut DI/TII. Selain itu, sidang juga memberikan tuduhan kepada Sungkar yang telah dibaiat sebagai Pimpinan Jama'ah Ansharullah daerah Surakarta, dan Ba'asyir dibaiat sebagai Wakil Pimpinan Jamaah Ansharullah Surakarta.

Jamaah Ansharullah ini juga biasa disebut sebagai Jama'ah Islamiyah. Nama yang menjadi sorotan dunia khususnya Amerika Serikat dan organisasi PBB. 

Melarikan diri ke Malaysia

Di tengah-tengah masa hukumannya, Ba'asyir melarikan diri ke Malaysia pada 1985. Karena sikap pemerintah Malaysia yang saat itu melindungi setiap pendatang, Ba'asyir bisa hidup tenang selama 14 tahun sampai bisa mendirikan Pondok Pesantren Lukmanul Hakim di Johor. 

Sampai pada 2002, Ba'asyir dengan kelompok pengajian yang oleh pemerintah Malaysia diberi nama Kelompok Militan Malaysia (KMM), disebut sebagai salah satu jaringan Jamaah Islamiyah. KKM dituduh telah melatih santrinya untuk melakukan tindakan anarki seperti pemboman tempat-tempat ibadah non-Muslim di Malaysia. Mereka juga dituduh ingin mendirikan sebuah negara Pan-Islam di wilayah Asia Tenggara.

Jemaah Islamiyah sebagaimana banyak diberitakan bertujuan mendirikan pemerintahan Islam di Malaysia, Indonesia, dan Filipina melalui aksi kekerasan. Mereka juga disebut punya pendirian bahwa pemerintah negara yang ada sekarang tidak islami dan dipimpin orang-orang kafir.

Disorot AS

Karena aktivitasnya itu, CIA mencatat Ba'asyir ada kaitannya dengan Al-Qaeda. Di tahun yang sama, Majalah Time menulis berita yang menyebut Ba'asyir sebagai dalang di balik peledakan Masjid Istiqlal. TIME menduga dirinya adalah bagian dari jaringan terorisme internasional yang beroperasi di Indonesia.

TIME mengutip dari dokumen CIA, bahwa pimpinan JI Abu Bakar Ba'asyir "terlibat dalam berbagai plot". Ini menurut pengakuan Umar Al-Faruq, seorang pemuda warga Yaman berusia 31 tahun yang ditangkap di Bogor dan dikirim ke pangkalan udara di Bagram, Afganistan, yang diduduki AS.

Al-Faruq mengeluarkan pengakuan kepada CIA. Tak hanya mengaku sebagai operator Al-Qaeda di Asia Tenggara, dia mengaku memiliki hubungan dekat dengan Ba'asyir. Menurut berbagai laporan intelijen yang dikombinasikan dengan investigasi majalah TIME, Ba'asyir disebut bercita-cita membentuk negara Islam di Asia Tenggara.

Ba'asyir menganggap AS berada di balik eksekusi atas dirinya. Pada 2002, Ba'asyir mengadakan konferensi pers di Pondok Al-Islam, Solo. Dalam jumpa pers itu ia mengatakan peristiwa ledakan di Bali merupakan usaha AS untuk membuktikan tudingannya selama ini bahwa Indonesia adalah sarang teroris.

Terlibat kasus bom

Lalu pada 2004, akhirnya Ba'asyir ditangkap dengan tuduhan terlibat Bom Bali I 2002 dan Bom Hotel JW Marriot pada 2003. Ia dinyatakan bersalah namun lolos dari jeratan hukum atas Bom Bali II 2003. 

Ia divonis hukuman 2,6 tahun penjara dengan mendapat remisi 4 bulan 15 hari. Sehingga pada Juni 2006, Ba'asyir bebas.

Empat tahun bebas, Ba'asyir kembali diciduk polisi karena diduga terlibat dalam pendanaan kelompok berenjata di Aceh. Pada 2011, Ba'asyir dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

Sampai 2019, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat ingin membebaskan Ba'asyir dengan alasan kemanusiaan, dan menuai pro dan kontra. Namun ada syarat yang harus dipenuhi. 

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012, untuk mendapat bebas bersyarat narapidana terorisme harus menandatangani pernyataan pengakuan bersalah dan setia kepada NKRI. Surat yang sejak semula hingga kini tidak juga kunjung ditandatangani Ba'asyir. 

Setelah menjalani vonis 15 tahun dikurangi remisi sebanyak 55 bulan, Abu Bakar Ba'asyir sekarang akan bebas murni. Ia akan bebas dari Lapas Gunung Sindur pada pekan ini, tepatnya Jumat 8 Januari 2021.

Profil Abu Bakar Ba'asyir

Nama Lengkap

Abu Bakar bin Abud Baamualim Ba'asyir 

Nama Panggilan

Abu Bakar Ba'asyir

Tempat Lahir 

Mojoagung, Jombang, Jawa Timur

Tanggal Lahir

17 Agustus 1938

Kewarganegaraan

Indonesia

Istri

Aisyah binti Abdurrahman Baraja

Anak

Zulfa, Abdul, Rasyid, dan Abdurrahim

Pendidikan

Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo

Jurusan Dakwah, Universitas Al-Irsyad (1963)