JAKARTA - Mulai tanggal 1 Juli lalu, semua kegiatan belanja online mulai dikenakan pajak. Hal ini ditetapkan pemerintah karena meningkatnya aktivitas belanja online, terlebih di tengah pandemi ini. Aturan ini diberlakukan untuk pembelian Barang atau jasa yang dibeli secara online. Setiap pembelian tersebut akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen.
Hal ini berdasar pada Perppu Nomor 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Di dalamnya diatur PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
PPN sebesar 10 persen akan ditanggung oleh pembeli produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara PMSE dari luar maupun dalam negeri yang mencapai nilai transaksi atau jumlah traffic dan pengakses tertentu dalam kurun waktu 12 bulan. Angka minimal itu ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dikutip dari laman pajak.go.id, seharusnya materi ini masuk ke dalam RUU Omnibus Law Perpajakan, tapi karena adanya pandemi yang melanda, jadilah materi pengenaan pajak dalam kegiatan PMSE ini dimasukkan dalam Perppu yang bisa disebut mini-omnibus law.
Sedikit banyak penerbitan Perppu ini juga didesak oleh prediksi penerimaan pajak yang akan menurun dalam beberapa tahun ke depan. Penurunan ini berkaitan dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mana juga semakin besar karena pemerintah sedang menangani pandemi. Maka dari itu, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 ini dimaksudkan dapat mengakomodasi defisit APBN tersebut.
Siniar VOI kali ini akan membahas tentang sistem perpajakan dalam PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) di marketplace. Silakan tekan tombol dengarkan dan kami akan bercerita untuk Anda.