JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai tak ada aturan hukum maupun konstitusi yang melarang kerabat pejabat publik untuk maju dalam pemilhan kepala daerah (Pilkada).
Praktik yang disebutnya sebagai praktik nepotisme ini, kata dia, memang banyak tidak disukai oleh masyarakat tapi tetap tidak bisa dihindari.
"Kita sebagian besar tidak suka dengan nepotisme tapi harus kita katakan, tidak ada jalan hukum atau jalan konstitusi yang bisa menghalangi orang itu mencalonkan diri berdasarkan nepotisme atau sistem kekeluargaan sekalipun. Tidak ada," kata Mahfud saat membuka webinar bertajuk Pilkada dan Konsolidasi Demokrasi Lokal, Sabtu, 5 September.
Dia menyebut dirinya juga belum pernah menemukan ada negara yang melarang warganya untuk maju di pemilihan umum hanya karena dia kerabat seorang pejabat publik. Lagipula, tak selamanya politik dinasti atau nepotisme ini berniat menguntungkan golongan atau keluarga mereka.
Mahfud mencontohkan di Bangkalan, Madura, pernah ada seorang yang ingin maju menjadi Bupati karena dia merasa kakaknya yang saat itu menjabat tidak baik.
Orang tersebut, sambung dia, ingin maju bukan karena ingin mencari keuntungan tapi untuk memperbaiki kabupaten tersebut setelah kepemimpinan kakaknya yang dianggap kurang cakap.
"Jadi belum tentu orang nepotisme niatnya selalu jelek begitu tapi lebih dari itu," tegasnya.
另请阅读:
Meski begitu, eks Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebut masalah nepotisme ini masih bisa dicegah terutama di bidang ekonomi.
Dia kemudian mencontohkan di zaman pemerintahan Belanda ratusan tahun lalu. Kata dia, ada aturan seorang pejabat yang tengah menjalankan proyek tertentu tak diperbolehkan mengajak anaknya maupun saudara dekatnya.
Hal ini, kata dia, harusnya dapat dicontoh oleh para calon kepala daerah yang maju dari jalur politik dinasti demi mencegah nepotisme.
"Kalau di bidang politik seperti itu, di mana-mana saya kira tidak bisa dihalangi oleh hukum dan konstitusi. Di seluruh dunia kita mau melarangnya bagaimana? Tidak bisa, yang ada akan terjadi pelanggaran HAM kalau itu dilakukan," imbuh eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
"Oleh karena itu kalau kita tidak suka terhadap nepotisme dan sebagainya ya kesadaran masing-masing saja," pungkasnya.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)