Sejatinya fluktuasi harga minyak goreng dan CPO (crude palm oil) adalah keniscayaan yang sudah terjadi sejak beberapa dasawarsa silam. Faktor yang memengaruhi hal ini menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono antara lain gejolak ekonomi global. Saat harga CPO di pasar internasional melambung akan berdampak pada harga di dalam negeri. Ketika pemerintah menerapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk menekan harga, hal ini bertentangan dengan mekanisme pasar.
***
Apa yang dilakukan pemerintah dengan menetapkan HET sekilas seperti keberpihakan kepada rakyat kecil agar bisa membeli minyak goreng dengan harga terjangkau. Namun dibalik itu, kata Joko, dampak penerapan HET ini akan terjadi distorsi. “HET ini yang membuat pasar bereaksi, barang hilang di pasaran. Produsen dan penjual menahan barangnya, bahkan diduga ada yang menimbun. Sementara harga di luar negeri tinggi. Disparitas harga ini membuat aktivitas ekspor menjadi hal yang menarik,” katanya.
Pemerintah lanjut Joko Supriyono, sudah berpengalaman menghadapi melambungnya harga minyak goreng setiap tahun. Solusi yang dilakukan dengan menggelar operasi pasar sebenarnya sudah terbukti. Namun untuk kali ini tampaknya belum membuahkan hasil.
“Isu harga minyak goreng, CPO, dan TBS (tandan buah segar) akan inline. Ketiga produk ini kalau dibuat grafik, polanya akan sama. Saat harga CPO di pasar dunia tinggi akan berpengaruh pada harga di pasar domestik. Dan soal harga CPO melambung ini bukan dialami tahun 2022 saja. Puluhan tahun pemerintah sudah teruji menghadapi keadaan ini,” tegasnya.
Seiring dengan upaya untuk mengurangi emisi karbon dan mewujudkan net zero emission tahun 2060, pemerintah menggalakkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). BBM yang bersumber dari energi fosil pelan-pelan akan digantikan dengan EBT seperti tenaga surya, air, angin, panas bumi dan bio energi. BBM akan digantikan BBN (bahan bakar nabati) yang bisa dibuat dari CPO dan minyak nabati lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan produksi Biodiesel menurut Joko Supriyono produksi CPO nasional sebesar 51,3 juta ton (2021) mencukupi. Namun kalau permintaan terus meningkat, penambahan produksi menjadi alternatif. “Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dengan kapasitas produksi CPO nasional 51,3 juta ton saya yakin bisa dipenuhi, karena produksi kita memang banyak. Kalau nanti kebutuhan makin meningkat kita harus meningkatkan produksi CPO,” katanya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI yang menemuinya di kantor GAPKI, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat belum lama berselang. Inilah petikannya.
Beberapa waktu lalu harga CPO dan minyak sawit melonjak, saat ini kondisinya sudah melandai. Sebagai Ketua GAPKI seperti apa Anda melihat kondisi ini?
Harga sawit dan CPO sejak tahun 1972 tak pernah stabil, selalu fluktuatif. Saya punya datanya soal ini, memang untuk komoditas apa pun, tidak hanya CPO; minyak bumi, batu bara, besi baja, nikel, dan yang lainnya akan seperti itu. Apalagi kalau CPO itu terpengaruh juga pada kondisi ekonomi global. Harganya cendrung uncontrolable (tak bisa dikontrol), berbeda dengan harga mobil di show room yang ditentukan oleh produsen dan dealer. Kita harus punya pemahaman yang sama soal harga komoditas yang fluktuatif ini. Kalau kita mengetahui realitas ini, harus punya strategi, baik dalam produksi untuk para produsen dan strategi konsumsi untuk para pengguna dan masyarakat.
Isu harga minyak goreng, CPO, dan TBS akan inline. Ketiga produk ini kalau dibuat grafik, polanya akan sama. Saat harga CPO di pasar dunia tinggi akan berpengaruh pada harga di pasar domestik. Dan soal harga CPO melambung ini bukan dialami tahun 2022 saja. Beberapa tahun sebelumnya juga, biasanya jelang Hari Lebaran atau Natal. Tidak perlu kaget dan dibesar-besarkan. Puluhan tahun pemerintah sudah teruji menghadapi keadaan ini.
Kalau sudah teruji puluhan tahun mengapa tahun 2022 berat sekali, bahkan harus ada korban pejabat penting di Kemendag yang jadi tersangka?
Selama ini pemerintah mengatasi gejolak harga minyak goreng itu dengan menggelar operasi pasar. Dan itu sudah terbukti berhasil, harga memang naik tapi tidak sampai ribut dan bikin kepanikan nasional. Kejadian tahun ini mestinya bisa ditangani dengan pola yang sama. Oktober 2021 pemerintah sudah menggelar operasi pasar, tapi entah kenapa mungkin hasilnya tidak memuaskan. Kemudian regulasi berubah dengan adanya HET (harga eceran tertinggi).
Kenapa HET jadi masalah?
HET ini yang membuat pasar bereaksi, barang hilang di pasaran. Produsen dan penjual menahan barangnya, bahkan diduga ada yang menimbun. Sementara harga di luar negeri tinggi. Disparitas harga ini membuat aktivitas ekspor menjadi hal yang menarik.
Harga CPO itu relatif sama, yang membuat berbeda karena ada pungutan ekspor, ongkos transportasi dan regulasi lokal. Menjual di pasar internasional itu the real price nya sama dengan harga jual di dalam negeri. Tingginya harga di luar itu tidak dinikmati oleh produsen.
Kalau begitu ada benarnya dugaan mantan Mendag Muhammad Lutfi yang pernah mengatakan di DPR kalau ada mafia dalam perdagangan CPO dan minyak goreng?
Ini bukan urusan mafia, kalau saya melihatnya global market itu sangat powerful, tidak ada yang bisa memainkan harga CPO. Jadi kita itu dalam posisi price receiver (penerima harga) bukan price maker (penentu harga).
Kehebohan harga minyak goreng dan CPO kemarin itu mestinya tidak perlu terjadi?
Ya begitu. Mengapa pelaku sawit harus atau terpaksa mengekspor, karena produksi sawit kita tidak bisa diserap semua oleh pasar lokal. Pasar domestik hanya bisa menyerap 18 persen dari total produksi 51,3 juta ton per tahun. Sisanya mau disalurkan ke mana, kalau tidak ekspsor.
Kita surplus produksi CPO mengapa harga minyak goreng melambung beberapa waktu lalu?
Harga CPO dan minyak goreng itu bukan melambung, tapi inline dengan harga di pasar global. Ini yang harus dipahami. Makanya hasil produksi harus disalurkan, ya dengan cara diekspor. Dan kita dapat berkah dari ekspor itu, satu tahun mencapai 35 miliar dolar Amerika (2021). Kalau tidak ada masukan dari CPO, pendapatan negara kita minus. Persoalannya saat ada penetapan HET, itu menentang mekanisme pasar. Kalau itu dipaksakan akan ada distorsi. Kalau sudah begitu semua dirugikan.
Hal lain yang perlu dicermati saat harga TBS mencapai Rp3.600. Di satu sisi petani menyambut ini dengan gembira, tapi kalau harga TBS setinggi itu berapa harga jual CPO dan minyak goreng? Hitungan saya harga keekonomiannya sekitar Rp18.000 sampai 20.000 per kilogram, rumusnya 3.600 x 5 + ongkos produksi 2.000. Kalau harganya ikut melambung, semua heboh, protes dan seterusnya. Kenyataannya minyak goreng mahal harganya, bukan minyak goreng langka. Solusinya saat itu pemerintah mengeluarkan kebijakan HET.
Dari fluktuasi harga CPO dan minyak goreng kemarin, siapa yang paling diuntungkan dan siapa pula yang paling dirugikan?
Dalam konteks ini tak ada yang diuntungkan, semua mengalami kerugian. Sebenarnya untuk minyak goreng itu yang perlu diperhatikan adalah yang 2,6 juta ton per tahun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Jumlah itu tidak besar, tidak sebanding jika dibandingkan dengan total produksi CPO nasional 51,3 juta ton pertahun.
Terjadi kepanikan di masyarakat dan kemudian pemerintah melakukan pelarangan ekspor dari akhir April sampai akhir Mei 2022. Setelah itu keran ekspor dibuka kembali dan stok kini perlahan-lahan mulai tersalurkan. Kondisi sudah mulai normal setelah melalui proses pemulihan. Yang membuat normal itu keran ekspor dibuka, lalu rasio DMO (Domestic Market Obligation) dikecilkan, sebelumnya 30 persen, lalu 20 persen dan sekarang 11 persen. Yang juga mendukung adalah pungutan ekspor yang dibuat nol atau zero levy. Saat kondisi seperti kemarin itu sebenarnya yang diuntungkan adalah Malaysia. Karena mereka pajaknya lebih kecil dari kita, jadi lebih kompetitif di pasar global.
另请阅读:
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penggunaan EBT, sawit bisa menjadi alternatif, produksi biodiesel dan bensin sawit akan menyerap CPO yang besar, sejauh ini apa antisipasi menyongsong produksi massal BBN?
Menciptakan pasar domestik itu bagus, apalagi kalau menjadi substitusi impor. Biodisel itu masuk masuk kategori itu. Daripada impor solar terus menerus, lebih baik produksi biodiesel. Ini adalah kebijakan yang tepat. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dengan kapasitas produksi CPO nasional 51,3 juta ton, saya yakin bisa dipenuhi, karena produksi kita memang banyak. Kalau nanti kebutuhan makin meningkat kita harus meningkatkan produksi CPO.
Karena EBT digenjot untuk mengurangi emisi karbon dan target net zero emission di tahun 2060, sawit menjadi menarik, negara mana saja yang mulai ekspansi?
India dalam dua tahun menanam 2 juta pohon sawit. Lalu Thailand juga meningkatkan terus kapasitas produksi, dia menjadi negara produsen CPO nomor tiga terbesar saat ini, padahal sebelumnya tidak masuk 10 besar. Mexico juga ekspansi ke sawit, kita diajak ikut ke sana. Negara yang awalnya tidak menanam sawit, kini menanam sawit juga.
Pemerintah mengeluarkan Minyakita untuk membantu masyarakat, menurut Anda apakah program ini efektif membantu masyarakat?
Minyakita itu program lama, sekitar tahun 2009, brand-nya milik pemerintah. Minyakita itu higienis dan harga terjangkau. Waktu itu semua produsen minyak goreng harus menjual minyak goreng dengan merek Minyakita. Kegunaannya untuk operasi pasar. Apa yang terjadi kemudian, semua produsen minyak goreng didenda KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) karena dianggap kartel. Akhirnya mereka kapok tak mau produksi Minyakita. Sekarang baru diproduksi kembali. Nah jangan sampai peristiwa dulu itu terulang lagi, soalnya ini kebijakan pemerintah. Harusnya pemerintah back up dong, karena ini program untuk rakyat. Pemerintah harus mengingatkan KPPU untuk tidak memejahijaukan produsen Minyakita.
Antara Sehat dan Senang, Begini Joko Supriyono Menyikapinya
Sehat itu menurut Ketum GAPKI Joko Supriyono nomor dua. Yang pertama menurut dia adalah happy atau senang. Karena dengan hati yang senang akan berimbas pada kesehatan. “Sehat itu dampak atau akibat, jadi yang penting itu bagaimana kita membuat diri kita ini happy. Karena dari happy itu akan mengakibatkan sehat,” katanya.
Soalnya lanjut Joko, orang yang sehat fisiknya saja belum tentu dia senang. “Saya berusaha untuk selalu senang, walaupun tidak gampang untuk mengondisikan diri agar tetap senang terus,” tandas pria yang menjadi Komisaris Anak Perusahaan PT Astra Agro Lestari ini.
Untuk bisa senang, harus bisa ketawa. Tips yang dia lakukan membuat dan bergabung dengan komunitas yang bisa mengondisikan agar dia bisa tertawa. “Saya punya beberapa komunitas untuk berkumpul dan saat bertemu itu bisa tertawa. Main golf misalnya dengan kolega, selama di lapangan golf itu ketawa. Saat taruhan kalah pun tetap tertawa. Kalau sudah begitu hati senang,” katanya sembari menambahkan kalau di rumah hanya bisa tersenyum, tapi saat bersama komunitas, dia bisa tertawa lepas.
Olahraga yang digemari Joko untuk mendukung kesehatannya adalah jalan dan lari. “Saya suka semua jenis olahraga, namun yang saya jalani lari dan sesekali bersepeda,” kata pria yang sudah mengoleksi sejumlah medali lari marathon 5km ini. “Ini bukan marathon serius, tapi buat senang-senang dan ketawa-ketawa saja,” tambahnya.
Jalan-jalan bersama komunitas dan reuni adalah salah satu acara yang disukainya. Sama seperti yang sebelumnya, dengan kegiatan ini dia bisa ketawa-ketawa dan muaranya membuat hatinya senang. “Buat saya bertemu orang yang di luar keluarga itu punya peluang untuk tertawa lepas. Itu bisa saya temukan dengan komunitas olahraga, komunitas nongkrong, komunitas jalan-jalan dan sebagainya,” tukas Joko yang juga punya komunitas nonton wayang kulit.
Filosofi Wayang
Wayang kulit selain sebagai hiburan, bagi Joko Supriyono ada pelajaran yang bisa dipetik dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Wayang itu gambaran dari manusia, sedangkan layar putih yang menjadi latar adalah gambaran dari dunia. Dunia itu sejatinya putih, yang membuatnya tidak putih dan berwarna adalah wayang-wayang itu,” kata Joko yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal GAPKI selama dua periode pada 2009-2012 dan 2012-2015.
Selain itu ada juga blencong atau lentera yang menyinari layar. “Dalam istilah pewayangan itu disebut suryo, condro, kartiko atau matahari, bulan dan bintang yang juga akan menyinari dunia ini,” lanjutnya.
Lalu ada gamelan yang mengiringi pementasan wayang. “Gamelan itu refleksi dari hidup manusia yang ada kalanya senang, kali lain sudah. Lagu yang dilantunkan di tengah pementasan wayang itu ada lagu senang dan ada juga lagu yang lara atau dalam keadaan susah,” ujar pria yang memiliki pengalaman panjang di bidang perkebunan kelapa sawit sejak lulus dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada tahun 1985 hingga sekarang.
Secara umum cerita wayang yang dipentaskan semalam suntuk itu, lanjut Joko hanya ada dua kutub. “Wayang itu penceritaannya amat kontras, yaitu tentang salah dan benar, baik dan buruk. Prilaku itu tergambar dari wayang-wayang yang ada dengan beragam karakternya,” katanya.
Berbeda dengan keadaan di dunia nyata banyak manusia yang tidak hitam dan tidak putih alias abu-abu. “Jadi cerita wayang itu tidak ada yang abu-abu,” lanjutnya sembari menambahkan soal tokoh pewayangan yang jadi kesukaannya; Yudhistira (Raja Amartha), Arjuna (adik Yusdhistira), Bima (Adik Yudhistira), Kresna (ahli strategi yang menjadi penentu kemenangan dalam perang Baratayuda).
Usai pertunjukan wayang, cerita berakhir. “Saat pagelaran wayang selesai dipentaskan, semua wayang masuk kotak. Dan suatu hari nanti akan dipentaskan kembali dengan lakon yang lain. Sementara dalam kehidupan manusia kalau sudah masuk kotak ya selesai. Berakhir sudah kehidupan seorang manusia yang sudah masuk kotak,” katanya membandingkan.
Dari cerita wayang yang ditampilkan itulah Joko Supriyono bisa tertawa dan terhibur sekaligus banyak mengambil pelajaran. “Kalau menonton wayang tidak hanya bikin kita terhibur, tertawa dan senang hati. Namun juga bisa mengambil pelajaran dalam hidup. Jadi wayang itu tidak hanya tontonan, tetapi sekaligus tuntunan,” tandasnya.
"Persoalannya saat ada penetapan HET (harga eceran tertinggi), itu menentang mekanisme pasar. Kalau itu dipaksakan akan ada distorsi. Kalau sudah begitu semua dirugikan,"
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)