Bagikan:

Lanjutan dari Tulisan Seri VOI, "Prank! Prang! Prong!" Dalam artikel "Melacak Asal Usul Prank dalam Budaya Kejahilan di Dunia", kita sudah melihat bagaimana budaya prank dimulai. Budaya itu terus berkembang. Seorang penulis Inggris, Oobah Butler adalah salah satu yang barangkali berhasil mempraktikkan prank dengan amat berhasil. Ini kisahnya.

Jika ada penobatan prank terbaik, barangkali Oobah Butler adalah sosok yang bakal angkat piala. Artikel ini mengangkat kisah tentang Oobah dan prank-nya yang mengagumkan. Bukan hanya karena usahanya yang memakan waktu sampai tujuh bulan. Hasil prank-nya pun istimewa, meledak di seluruh dunia. Lewat prank ini, Oobah tak cuma iseng. Sebab, ia coba membuktikan satu hal penting. 

Prank yang dilakukannya adalah menipu sebuah situs panduan perjalanan TripAdvisor. Lewat prank-nya, Oobah mencoba membuktikan bahwa warga London maupun wisatawan kerap tertipu dengan review atau ulasan sebuah tempat yang dicantumkan dalam TripAdvisor

Keresahan Oobah muncul ketika bekerja freelance untuk menulis ulasan palsu di beberapa restoran yang ada di TripAdvisor. Setiap ulasan yang dibuatnya dihargai sebesar 10 poundsterling sekalipun dirinya belum pernah makan di restoran tersebut.

The Shed at Dulwich (Dokumentasi layar tangkap TripAdvisor/VICE) 

Lama kelamaan, Oobah penasaran dengan pengelolaan situs TripAdvisor yang didominasi oleh ulasan palsu. Makin banyak review positif yang didapat sebuah restoran, tentu berpotensi menaikkan rating. Akhirnya, terbersitlah ide untuk mendirikan sebuah restoran fiktif untuk menguji pemahaman masyarakat di London.

Selama tujuh bulan Oobah menulis ulasan untuk sebuah restoran fiktif rekaannya bernama The Shed at Dulwich pada situs TripAdvisor. Ia memang tidak pernah menyebutkan di mana letak alamat restorannya. Namun, logo dan situs The Shed dibuat amat meyakinkan hingga tempat makan itu terasa amat nyata.

Siapa pun yang ingin makan di sana diwajibkan untuk melakukan reservasi terlebih dahulu sebelum datang. Saking ahlinya berbohong, Oobah bahkan mampu mendeskripsikan restorannya dengan rinci. Ia menggambarkan restorannya berada di sebuah halaman belakang rumah yang terletak di kawasan bagian Selatan Kota London.

Ada empat kata kunci yang dituliskan Oobah untuk menggambarkan suasana restoran fiktifnya, yaitu makan di luar (eat outside), aneh (weird), nyaman (homey) dan supaya lebih meyakinkan, Oobah menekankan bahwa makanan yang dibuat hanya tersedia lewat pemesanan khusus alias appointment only.

"Hanya lewat perjanjian. Jadi, tidak ada alamat atau penunjuk lokasi karena kami tidak ingin eksklusivitas restoran dan tempat kami memikat banyak orang," tulis Oobah dalam jurnal Vice yang dipublikasikan 6 Desember 2017.

Menjawab keresahannya

Kendati menipu lewat restoran dan ulasan fiktif, Oobah tak sedikit pun mengambil keuntungan dari ribuan orang yang terkecoh. Sebaliknya, ia ingin membuktikan restoran fiktif buatannya bisa menempati peringkat pertama dalam TripAdvisor berkat ulasan palsu.

The Shed at Dulwich pun resmi beroperasi pada April 2017. Kala itu, debut restoran fiktif masih berada di urutan terbawah dari 18.149 peringkat TripAdvisor

Berbagai upaya dilakukan Oobah untuk menarik perhatian orang-orang melalui ulasan-ulasan palsu tentang The Shed at Dulwich. Tak cuma ulasan positif dari restoran fiktif itu, Oobah bahkan memuat sejumlah menu dan juga foto-foto agar lebih meyakinkan pembaca bahwa tempat ini nyata. 

Pada akhir Agustus atau empat bulan sejak debut, The Shed at Dulwich masuk dalam jajaran 156 restoran terpopuler di London. Hal ini membuatnya banyak menerima reservasi dari orang-orang. Sampai-sampai, jika ada orang yang ingin reservasi tempat, Oobah selalu bilang kalau restorannya telah full booked hingga berminggu-minggu ke depan.

"Ada ratusan dan ribuan selebriti dan influencer yang ingin makan di restoran ini. Padahal ini semua adalah fiksi," kata Oobah dalam sebuah wawancara. 

Tujuh bulan lamanya, proses prank dan ulasan fiktif dilakukan Oobah untuk restoran bohong-bohongannya. The Shed at Dulwich akhirnya berhasil menjadi restoran pertama dan terpopuler di London.

Tujuannya pun tercapai. Namun, Oobah tak ingin berlarut dalam kebohongan dan kekeliruan warga London terhadap restoran fiktif miliknya. Oobah akhirnya membuka reservasi bagi beberapa orang untuk mendatangi The Shed at Dulwich.

"Jadi, saya mengundang orang-orang untuk berada di kursi-kursi yang saya rapikan secara tergesa-gesa di luar rumah saya dan mereka berpikir bahwa itu benar-benar restoran terbaik di London hanya berdasarkan peringkat dari TripAdvisor," ujar Oobah Butler, lewat tulisannya di Vice.

The Shed at Dulwich (Dokumentasi layar tangkap TripAdvisor/VICE) 

Tak cuma satu atau dua orang saja yang merasa terbohongi dengan ulasan positif dari restoran fiktif The Shed at Dulwich. Media sosial dan lini pemberitaan di London pun berhasil dikelabui Oobah. 

Koran Times, BBC, hingga sejumlah media asing juga tertipu dengan peringkat pertama yang berhasil diraih The Shed at Dulwich sebagai restoran paling populer di London. Mereka terbohongi dengan ulasan-ulasan positif dari sebuah tempat makan yang tidak nyata.

"Itu hal yang sangat nakal untuk dilakukan," ucap pembawa acara Good Moring Britain, Susanna Reid kepada Oobah dalam wawancaranya.

Aksi Oobah dengan ulasan serta restoran fiktifnya adalah salah satu tindakan prank paling grande. Prank-nya dibuat dengan perencanaan dan eksekusi yang luar biasa rapi. Namun, yang paling penting dari segala prestasi kibulnya, Oobah berhasil menjawab keresahan tentang besarnya pengaruh TripAdvisor terhadap persepsi orang tentang kepopuleran sebuah tempat.

Sistem peringkat yang diterapkan TripAdvisor pun terbukti lemah. Bayangkan, ulasan palsu yang ia buat mampu mendominasi susunan peringkat di TripAdvisor. Situs panduan itu sampai angkat bicara. Melalui juru bicara perusahaan, TripAdvisor menyebut manipulasi yang dilakukan Oobah dapat menginspirasi pihak-pihak yang memiliki tujuan curang.

"Ini bukan contoh yang baik jika dilakukan dalam dunia nyata. Namun, hal ini membuka pandangan saya bagi orang-orang yang ingin mencoba memanipulasi peringkat bisnisnya," ungkap Juru Bicara TripAdvisor, Tara Liberman, sebagaimana ditulis Forbes.