Efisiensi Anggaran, Antara Ancaman dan Peluang

19 Februari 2025, 09:00 | Tim Redaksi
Efisiensi Anggaran, Antara Ancaman dan Peluang
Ilustrasi foto karya Luthfia Arifah Ziyad (VOI)

Bagikan:

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melakukan review sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Kebijakan populis dinilai sebagai bentuk pemenuhan janji kampanye merupakan bagian dari demokrasi yang sehat. Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Anas Urbaningrum menegaskan mendukung kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam melakukan efisiensi anggaran. Asalkan sektor pendidikan harus tetap menjadi prioritas utama.

"Kita setuju dan dukung pemerintah mengambil langkah efisiensi. Bahkan kita harapkan menjadi budaya baru, suatu saat mentradisi," ujar Anas di X @anasurbaninggrum dikutip VOI, Senin, 17 Februari.

Anas menjelaskan sektor pendidikan merupakan fondasi utama bagi kemajuan bangsa dan harus mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah. Dia meminta jenjang pendidikan harus diutamakan tanpa terkecuali.

"Kita sarankan, minta, dan harapkan agar sektor pendidikan tetap diprioritaskan dengan sepenuh komitmen. Pada seluruh jenjang pendidikan, tanpa kecuali," tegasnya.

Anas menekankan bahwa pendidikan adalah infrastruktur terpenting dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa anggaran pendidikan, termasuk tunjangan kinerja (tukin) dosen, tetap terpenuhi. "Mari penuhi semua anggaran pendidikan, termasuk tukin dosen. Asli, ini penting. Pendidikan adalah kunci!" pungkasnya.

Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta (dok Setneg)
Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta (dok Setneg)

Dalam pidatonya saat perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra, Sabtu 15 Februari 2025), Prabowo mengakui bahwa pemerintah terpaksa menggunakan dana hasil efisiensi anggaran sebesar Rp24 triliun untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi unggulan pemerintah. “Rp24 triliun terpaksa saya pakai untuk Makan Bergizi Gratis. Rakyat kita, anak-anak kita, tidak boleh kelaparan,” ujarnya.

Prabowo awalnya menerangkan, pemerintah memang tengah melakukan penghematan anggaran dalam dua tahap. Tahap pertama, proyeksi total pengumpulan dana yang dihasilkan dari penghematan anggaran mencapai Rp608 triliun. Sedangkan tahap kedua akan difokuskan pada pemangkasan belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang dianggap kurang efisien dengan total target penghematan Rp308 triliun. Namun, Prabowo mengungkapkan, dari penghematan tersebut akan dikembalikan ke kementerian/lembaga sebesar Rp58 triliun sehingga total penghematan menjadi Rp250 triliun.

Selain itu, dividen dari BUMN juga mencapai Rp300 triliun, di mana Rp 100 triliun di antaranya dikembalikan untuk modal kerja, sehingga dana yang tersedia diperkirakan mencapai Rp750 triliun. “Yang lagi ramai penghematan. Penghematan putaran pertama oleh Kementerian Keuangan disisir, dihemat Rp300 Triliun. Penghematan putaran kedua Rp308 triliun, deviden BUMN Rp300 triliun, Rp100 triliun dikembalikan, jadi totalnya kita punya Rp750 triliun,” tambah presiden.

“Dari situlah, Rp24 triliun digunakan untuk membiayai program makan bergizi gratis. Kemudian, dana hasil efisiensi yang tersisa akan dialokasikan kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang akan diluncurkan pada 24 Februari 2025. Nantinya, dana tersebut akan dijadikan sebagai dana investasi untuk Danantara,” sambung Prabowo.

Di sisi lain, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi menepis anggapan bila efisiensi anggaran yang diinstruksikan presiden akan mengganggu pelayanan publik. Dia menegaskan, efisiensi anggaran tidak dilakukan kepada kebutuhan dasar pegawai atau pelayanan publik. Pemangkasan anggaran dilakukan untuk seremonial kantor, seminar luar negeri dan agenda akhir tahun yang dipandang publik menghabiskan anggaran.

“Banyak informasi seolah efisiensi dilakukan kepada kebutuhan dasar pegawai atau layanan publik. Padahal, yang jelas merupakan ‘lemak’ itu seperti seremonial kantor hingga seminar luar negeri,” tukasnya.

Hasan menambahkan, pemangkasan ini hanya berfokus pada “lemak” APBN sehingga tidak akan mengganggu “otot” dari APBN seperti kebutuhan belanja pegawai, layanan dasar pegawai, bantuan sosial, dan pelayanan publik.

Ilustrasi unjuk rasa mahasiswa (ANTARA)
Ilustrasi unjuk rasa mahasiswa (ANTARA)

Pemerintah Menjamin Beasiswa Pendidikan Tak Terkena Imbas

Pemerintah melalui pernyataan Kepala Kantor Kepresidenan, Hasan Nasbi boleh saja berkilah demikian. Tapi faktanya, ada sejumlah kementerian dan lembaga yang pelayanan publiknya akan terdampak efisiensi anggaran pemerintah. Contohnya adalah Ombudsman RI. Ketua Ombudsman, Mokhammad Najih mengungkapkan, efisiensi anggaran yang diinstruksikan presiden berdampak signifikan terhadap lembaga yang dipimpinnya seperti terganggunya penanganan berbagai pengaduan masyarakat yang masuk ke Ombudsman.

Dia menjelaskan, pagu anggaran yang dialokasikan ke Ombudsman sangat minim. Alokasi dana itu dipastikan tidak akan mencukupi untuk menjalankan tugas utama Ombudsman sebagai lembaga pengawasan terhadap pelayanan publik pemerintah. “Penyelesaian laporan masyarakat dan opini pengawasan itu belum ada anggaran yang mencukupi untuk melakukan pencapaian target sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan tahun 2025,” tuturnya.

Najih mengungkapkan, pagu anggaran Ombudsman pada tahun anggaran sebelum dipangkas sebesar Rp255 miliar. Lalu pemerintah memangkas separuh anggaran tersebut hingga menjadi Rp163,991 miliar. Namun pemerintah menambah jumlah anggaran yang dipangkas di Ombudsman lewat rekonstruksi. Hasil rekonstruksi per 11 Februari, total anggaran Ombudsman yang dipangkas naik menjadi Rp91,6 miliar atau 35,84 persen. Sisa pagu Rp163,99 miliar diperuntukkan bagi belanja pegawai sebesar Rp127,254 miliar (atau 49,79 persen), sehingga pagu efektif sebesar Rp36,736 miliar atau 14,37 persen.

“Anggaran yang tersisa setelah rekonstruksi dari pemerintah hanya cukup untuk belanja modal dan barang. Hitung-hitungan kami, dana tersebut hanya akan cukup sampai Mei 2025,” kata dia.

Dari sektor pendidikan, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengatakan efisiensi anggaran kementeriannya dari Dirjen Keuangan mencapai Rp14,3 triliun. Adapun pagu anggaran Kemendikti-Saintek Rp56,6 triliun. Dia menyebut adanya efisiensi pada bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN), yang semula pagunya Rp6,01 triliun diefisiensi hingga 50 persen. Karena itu, Mendikti-Saintek mengusulkan anggaran tersebut untuk dikembalikan.

“Selain itu, ada bantuan lembaga dengan unggulan rupiah murni, ada BOPTN, pagunya Rp6,018 triliun, itu dikenakan efisiensi dan anggaran 50 persen. Kami usulkan kembali supaya posisinya kembali kepada pagu awal, yaitu Rp6,018 triliun,” ujarnya.

Efisiensi anggaran yang menimpa Kemendikti ini langsung disusul rumor soal pemangkasan beasiswa, seperti KIP Kuliah, Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), dan Beasiswa ADIK. Tapi, Sekjen Kemendikti-Saintek, Togar M Simatupang, membantah rumor itu dan memastikan beasiswa tidak termasuk dalam objek program efisiensi. “Belanja sosial, terutama beasiswa, tidak menjadi objek program efisiensi,” imbuhnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memastikan bila beasiswa untuk mahasiswa sejumlah perguruan tinggi tidak kena efisiensi anggaran. Menkeu Sri Mulyani mengatakan beasiswa LPDP hingga beasiswa di Kemenag tidak terkena pangkas anggaran dan beasiswa tetap dilakukan sesuai dengan kontrak yang disepakati.

Dia menerangkan, untuk tahun anggaran 2025 ada 1.040.192 mahasiswa yang akan menerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar atau KIP dengan jumlah anggaran beasiswa tersebut mencapai Rp14,6 triliun. Sri Mulyani menekankan, anggaran Rp14,6 T itu tidak mengalami efisiensi.

“Anggaran tersebut tidak terkena pemotongan dan tidak dikurangi. Beasiswa KIP akan diteruskan seperti biasa, karena itu seluruh mahasiswa yang telah dan sedang menerima beasiswa KIP dapat meneruskan program belajar seperti biasanya,” sambungnya.

Selain Kemendikti-Saintek, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) juga terkena efisiensi anggaran, khususnya Ditjen Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus. Sekjen Kemendikdasmen, Suharti bahkan menyebutkan keadaan ini dengan ungkapan “sangat tertekan”. Sebab, Ditjen Vokasi sebelumnya mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,927 triliun, sayangnya mengalami blokir efisiensi hingga Rp1,408 triliun yang menyebabkan sisa anggaran hanyalah lebih dari Rp519 miliar.

Khusus program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, jumlah anggaran yang diberikan merosot drastis, menjadi Rp132,4 miliar dari Rp1,195 triliun. Jumlah itu akan disebar ke 8 program salah satunya SMK Pusat Keunggulan (SMK-PK). “SMK-PK itu baru bisa menyediakan Rp15 miliar turun dari Rp528 miliar tahun yang lalu. Kemendikdasmen akan mengupayakan pemilihan sasaran dapat dilakukan secara tepat,” ungkapnya.

Terkait persoalan di program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengaku sudah melakukan pembicaraan dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Bersama-sama, dua kementerian ini akan memfasilitasi pelatihan guru dan siswa SMK.

“Untuk vokasi kami sampaikan bahwa kami sudah ada pembicaraan dengan Menteri Tenaga Kerja untuk nanti pelatihan-pelatihan guru SMK itu diselenggarakan di Balai Latihan Kerja (BLK) Kementerian Tenaga Kerja. Dalam pelatihan itu nanti para siswa SMK bisa mendapatkan sertifikat yang memungkinkan mereka untuk dapat bekerja di sektor-sektor industri sesuai dengan sertifikat yang mereka ikuti (miliki),” terangnya.

FOTO ISTIMEWA
FOTO ISTIMEWA

Tantangan Efisiensi Anggaran Bagi Pertumbuhan Ekonomi

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Manajemen UMS, Anton Agus Setyawan menilai, kebijakan efisiensi anggaran ini dapat dimaknai sebagai langkah positif karena beberapa departemen dan lembaga pemerintah selama ini disinyalir kurang cermat dalam menggunakan anggaran, bahkan seringkali tidak tepat sasaran.

Namun kebijakan ini juga membawa tantangan dari sisi ekonomi. Salah satunya adalah pengurangan belanja pemerintah atau government spending yang sangat dibutuhkan dalam situasi perekonomian yang sedang lesu seperti saat ini. Dalam konsep ekonomi makro, belanja pemerintah berperan penting untuk mendorong aktivitas ekonomi, terutama ketika sektor swasta tidak mampu bergerak optimal karena rendahnya daya beli masyarakat.

“Ketika daya beli masyarakat lemah, kita tidak bisa berharap banyak pada sektor swasta. Pemerintah harus menjadi motor penggerak ekonomi dengan belanja pemerintah yang cukup besar. Dengan mengurangi anggaran, kita justru berisiko mengurangi daya dorong tersebut,” terangnya.

Anton mengakui, salah satu sisi positif kebijakan efisiensi anggaran tersebut adalah berjalannya program MBG yang bisa menjadi salah satu cara untuk menggerakkan aktivitas perekonomian dengan catatan anggaran tersebut bisa digunakan untuk membeli makanan dari mitra penyedia layanan yang umumnya berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pasalnya, langkah ini diharapkan dapat menggerakkan ekonomi mikro, meningkatkan permintaan agregat, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tapi di sisi lain, banyak pembiayaan untuk proyek-proyek penting yang terpaksa harus tertunda. Beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN) yang seharusnya memberikan dampak positif bagi perekonomian dalam jangka menengah dan panjang, kini terhambat akibat kebijakan pengurangan anggaran. Proyek infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi juga mengalami keterlambatan, yang berpotensi memperlambat laju pemulihan ekonomi.

Dengan kebijakan efisiensi anggaran ini, pemerintahan Prabowo Subianto harus membuktikan bahwa kebijakan tersebut mampu mendorong aktivitas ekonomi. Apalagi, pada tahun pertama pemerintahannya, pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa tercatat di atas 5 persen.

“Saya pesimis bahwa kita akan bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen tahun ini. Namun, kita tetap perlu menunggu hasil dari kebijakan efisiensi anggaran ini. Apakah kebijakan ini akan berdampak positif pada perekonomian, atau justru memperburuk kondisi ekonomi?” tutup Anton.