Jerat Gawai yang Mengancam Masa Emas Anak
Ilustrasi (Raga Granada/VOI)

Bagikan:

Kini gadget kerap menjadi "senjata andalan" orang tua untuk membuat anaknya anteng. Konten yang diramu semenarik mungkin di gadget manjur membuat anak terkunci perhatiannya. Anak tenang orang tua pun senang. Padahal bila dibiarkan, kebiasaan ini bisa berkibat fatal terhadap tumbuh kembang anak. Apalagi bagi sang buah hati yang tengah berada di masa keemasannya. Kembali dalam Tulisan Seri khas VOI. Dalam edisi "Menyepuh Masa Emas Anak" kita akan mengulas cara mengoptimalkan perkembangan anak di masa emas atau golden age.

Beberapa waktu lalu utas yang dibagikan Dokter K. S. Denta (@sdenta) yang sedang menempuh program spesialisasi anak viral di medsos. Ia membeberkan temuannya ihwal melambatnya perkembangan anak setelah akrab dengan gadget. Bukan cuma melambat, bahkan ada yang sampai tak bisa berbicara, tak mau bermain dengan anak-anak sebayanya hingga tantrum. 

Denta menjelaskan waktu layar (screen time) via gadget lebih personal dan membuat anak fokus pada layar hampir 100 persen. Berbeda dengan layar televisi yang bisa ditonton bersama keluarga sehingga kontrol tetap ada di orang dewasa.

Konten saat ini juga menurut Denta dibuat semenarik mungkin yang membuat perhatian anak terkunci di situ. "Orang tua senang karena anak tenang. Dibelikanlah tablet dan dikasih pelindung yang lucu," tulisnya. 

Padahal, seharusnya saat usia balita anak memerlukan beragam stimulasi. Tak cuma visual, tapi juga suara, bau, sentuhan yang bervariasi dan dinamis dua arah dengan lingkungan serta mencakup aktivitas fisik dan sosial. 

Memang, jumlah balita yang aktif menggunakan gawai tak sulit dibilang sedikit. Apa lagi di masa Pandemi COVID-19 ini membuat penggunaan gawai pada anak meningkat.

Seperti dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) pada 16 Desember 2020, banyak anak usia dini sudah menggunakan gawai. Anak balita berusia 1-4 tahun misalnya, tercatat 25,9 persennya sudah aktif bermain gadget, bahkan 3,5 persen anak berusia kurang dari setahun juga sudah mulai dikenalkan gadget. Yang paling banyak mengakses adalah anak-anak berusia 5-6 tahun sebesar 47,7 persen. 

Tak dapat dipungkiri lagi bawah manfaat penggunaan teknologi begitu besar bagi anak-anak. Asal digunakan secara bijak dan masih dalam pengawasan. Namun, bak pisau bermata dua, jika penggunaan gawai bagi anak tidak dikontrol dengan benar, maka akan menimbulkan berbagai dampak negatif. 

Dampak negatif

Perlu diketahui bahwa periode pertumbuhan anak-anak yang sangat sensitif berada di usia 1 sampai 5 tahun atau yang biasa disebut golden age atau masa keemasan. Semua aspek kecerdasan seperti intelektual, emosional, dan spiritual mengalami perkembangan yang luar biasa. 

Pada masa keemasan ini, informasi akan terserap dengan cepat. Anak-anak menjadi peniru dan lebih pintar dari yang orang dewasa kira. Selain itu, masa itu juga menjadi dasar untuk pembentukan karakter, kepribadian dan kemampuan kognitif. 

Sebuah riset yang ditampilkan pada jurnal Penggunaan Gadget pada Anak Usia Dini: Tantangan Baru Orang Tua Milenial, menunjukkan terdapat keluhan setelah anak mulai menggunakan gawai. Sebesar 40 persen anak mengamuk jika tidak diberikan gawai. 

Infografik (Raga Granada/VOI)

Selain itu, beberapa riset yang mendukung juga menunjukkan bahwa anak yang terlalu lama menggunakan gawai memiliki gangguan bicara, keterbatasan kosakata, ketidakjelasan artikulasi, dan masalah perkembangan emosional. Interaksi anak dan orang tua merupakan faktor kunci stimulasi kemampuan berbicara anak untuk meningkatkan kefasihan berbicara. Ketika anak menggunakan gawai, komunikasinya dengan orang tua berkurang. Oleh karena itu, kurangnya komunikasi dan interaksi antara orang tua dan anak dapat menunda kemampuan anak untuk berbicara lancar. 

Masih pada jurnal yang sama, terdapat tujuan mengapa orang tua memberikan anaknya gawai. Sebesar 22 persen supaya anak lebih pintar, 21 persen agar anak tidak rewel, sedangkan terbanyak adalah lain-lain yaitu sebesar 34 persen. 

Untuk orang tua yang cuek tentang efek jangka panjang dari penggunaan gawai, mereka membiarkan anak-anak untuk terus memainkannya sebagai iming-iming agar anak tidak rewel. Hal ini terjadi kepada salah satu anak yang menjadi subjek penelitian jurnal The Effect of Gadget Toward Early Childhood Speaking Ability oleh Nirwana, A.Musda Mappapoleonro, dan Chairunnisa. Penelitian dari jurnal itu menemukan anak itu mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya termasuk kepada orang tuanya. Menurut orang tuanya dalam sehari anaknya dapat memainkan gawai hingga 10 jam dan itu berlangsung selama dua tahun. Saat anak memasuki usia 2,5 tahun, orang tua merasa ada kelainan pada kemampuan bicaranya. 

"Dia tidak seperti yang lain anak-anak seusianya yang dapat berkomunikasi dengan orangtuanya. Tanggapannya terhadap orang-orang di sekitarnya juga berkurang. Kemampuannya menangkap bahasa kurang. Saat 2018, anak itu memasuki usia 3,5 tahun dan masih mengalami kesulitan berbicara. Kosa katanya dalam mengucapkan satu kalimat hanya ada dua kata," dikutip dari jurnal tersebut. 

Ilustrasi (Sumber: Unsplash)

Pedoman penggunaan gawai untuk anak

Penggunaan gawai saat ini mungkin sulit dihindarkan, namun bukan berarti tidak mungkin untuk diawasi. Inggris menjadi negara pertama yang meluncurkan pedoman untuk orang tua agar mampu mengawasi dan mengontrol penggunaan gawai terhadap anak. Royal College of Paediatrics and Child Health menjabarkan bagaimana cara mengatur 'screen time.

Pertama, tetap waspada namun tidak mengganggu atau menghakimi penggunaan gawai. Penting untuk mengetahui aplikasi apa dan jaringan apa yang melibatkan anak-anak, cara kerjanya, dan konten apa yang kemungkinan besar mereka sukai. Selain itu, anak-anak akan belajar lebih banyak dari contoh daripada dari petunjuk. Artinya, dari pihak orang tua sendiri juga berusaha untuk berhenti sejenak menggunakan gawai ketika berada di sekitar anak dan terus lakukan interaksi dengan sang anak. 

Jika sudah benar-benar berhasil mengontrol gawai anak-anak, jangan biarkan mereka bosan terlalu lama dan membuat mereka kembali mencari gawai. Apalagi anak-anak membutuhkan permainan dan interaksi teratur, oleh sebab itu diharapkan orang tua dapat menyediakan ruang atau mendorong anak-anak yang lebih aktif dengan bermain serta ruang reguler untuk percakapan. Mungkin orang tua bisa menyediakan mainan yang lebih interaktif sehingga perhatian anak-anak tidak hanya fokus kepada gawai. Mainan yang bisa digunakan misalnya balok mainan, lego, atau puzzle.

Pedoman tersebut juga menyarankan agar sejam sebelum waktu tidur, anak-anak tidak terpapar penggunaan gawai, sehingga otak mereka punya waktu untuk beristirahat tanpa rangsangan dari cahaya layar. Beberapa gawai telah memperkenalkan 'Mode malam' yang memancarkan lebih sedikit cahaya biru, tetapi tidak ada bukti bahwa ini efektif. Oleh sebab itu pedoman tersebut memaksakan agar sejam sebelum waktu tidur anak-anak benar-benar lepas penggunaan gawai.