Bagikan:

JAKARTA – Pencalonan Ridwan Kamil dan Suswono sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada Jakarta 2024 mencerminkan dinamika baru dalam koalisi pendukung pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang awalnya mendukung Prabowo-Gibran kini semakin kuat dengan bergabungnya Partai NasDem, PKB, dan PKS.

Meski belum ada deklarasi resmi, sinyal bergabungnya PKS sudah dilontarkan oleh Presiden PKS, Ahmad Syaikhu. Di sisi lain, Ketua Umum NasDem, Surya Paloh, dan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, telah secara terang-terangan menyatakan dukungan mereka terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.

Surya Paloh menegaskan, NasDem siap mendukung penuh pemerintahan baru di bawah Prabowo dan Gibran. “Untuk melihat Indonesia dengan optimisme ke depan, kita siap mendukung sepenuhnya pemerintahan Prabowo dan Gibran,” ujar Paloh usai pertemuan di kediaman Prabowo, Kertanegara IV, Jakarta, Kamis, 25 April lalu.

Hal serupa disampaikan Muhaimin Iskandar, yang menegaskan bahwa PKB telah memutuskan untuk bergabung dengan koalisi pendukung Prabowo-Gibran. Dukungan ini, menurutnya, telah dibahas sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas hasil Pilpres 2024. “PKB telah melakukan pembicaraan intensif sejak keputusan MK dan KPU. Prabowo juga pernah datang ke kantor PKB, dan kita bersepakat untuk memantapkan koalisi yang akan datang,” jelas Muhaimin.

Peran Invicible Hand dalam KIM Plus

Direktur Eksekutif PPI, Adi Prayitno, menilai terciptanya KIM Plus, yang dimulai dari Pilkada Jakarta 2024, tidak lepas dari orkestrasi kekuatan besar atau invicible hand di belakangnya. Menurutnya, ada beberapa partai yang bergabung karena kesamaan platform, kepentingan politik, ideologi, visi, dan misi. Partai-partai ini bergabung tanpa berharap imbalan, meski tidak mendapat posisi menteri atau keuntungan ekonomi dan politik.

Namun, Adi juga mencatat ada partai yang bergabung karena keterpaksaan, terutama yang para elitenya memiliki masalah hukum. “Mungkin ada partai yang berkoalisi karena takut akan gangguan atau setruman hukum. Banyak elite partai yang terkait masalah hukum, sehingga mereka cenderung tidak mandiri dan tidak independen,” ungkap Adi, Sabtu, 17 Agustus 2024.

Adi juga menyoroti risiko pembelahan partai yang enggan tunduk pada kekuasaan. Partai yang tidak tunduk, menurutnya, bisa dibelah dengan cepat melalui pembentukan tandingan yang berhasil merebut SK kepengurusan di Kemenkumham. “Golkar dan PPP pernah mengalami politik belah bambu. Ini tentu mengerikan bagi partai-partai lain,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari, melihat gonjang-ganjing di Partai Golkar setelah pengunduran diri Airlangga Hartarto disebabkan perbedaan pandangan antara Airlangga dengan Presiden Joko Widodo maupun presiden terpilih, Prabowo Subianto. Dalam Pilkada Jawa Barat dan Jakarta 2024, Airlangga tidak sejalan dengan Prabowo, meskipun akhirnya mengikuti arahannya. “Airlangga awalnya ingin memajukan Ridwan Kamil di Jawa Barat, namun Prabowo ingin mempertahankan daerah tersebut sebagai lumbung suara,” jelas Qodari.

Pergeseran Kekuatan Politik

Menurut Adi Prayitno, para elite politik yang sudah tidak berkuasa sebaiknya membentuk partai baru jika ingin tetap terlibat dalam politik. Parpol adalah alat legal untuk membangun demokrasi dan kompetisi politik yang sehat. “Jangan mengambil alih partai orang lain atau mengintersep, itu tidak sehat. Jika semua partai diperlakukan seperti itu, ini sangat berbahaya,” tegasnya.

Pendiri lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, bertanya-tanya apakah ada partai lain yang akan mengalami hal serupa dengan Golkar, dimana ketua umumnya mengundurkan diri karena dianggap berseberangan dengan kekuasaan. Jika benar, Golkar bisa berubah dari partai yang dewasa dan modern menjadi partai keluarga.

Bacapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto berfoto bersama usai mengikuti acara deklarasi Konser Pilpres Santuy Ojo Rungkad di Jakarta, Selasa (24/10/2023). (Antara/Galih Pradipta/rwa)
Bacapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto berfoto bersama usai mengikuti acara deklarasi Konser Pilpres Santuy Ojo Rungkad di Jakarta, Selasa (24/10/2023). (Antara/Galih Pradipta/rwa)
 

Konflik dan Reshuffle Kabinet

Tidak lama setelah Airlangga mundur, terjadi reshuffle kabinet dimana posisi Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, diisi orang baru. Ini memperkuat dugaan bahwa pemerintah mengontrol parpol melalui SK Menkumham. Hendri Satrio menilai, Airlangga mungkin membuat rezim kesal karena terlalu membela partainya. “Mungkin rezim berpikir, ini orang jadi ketua umum juga gara-gara gue, belagu amat,” tambahnya.

Hendri menegaskan, seluruh parpol harus kompak jika tidak ingin bernasib seperti Golkar. Saat ini, hanya Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang belum bisa ditundukkan oleh penguasa. PDI Perjuangan kemungkinan akan ditinggalkan dan menjadi satu-satunya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. “Yang lain sudah, tinggal PDI Perjuangan yang belum ditundukkan. Intervensi atau take over juga sulit, jadi PDI Perjuangan mungkin akan ditinggalkan dan tidak menjadi bagian dari KIM Plus,” tutup Hendri.