Lanjutan dari Seri Tulisan khas VOI, "Menjadi Pahlawan Nasional". Dalam artikel "Menjadi Pahlawan Nasional di Negeri Pelupa" kita telah membahas sejauh mana pemerintah memberi penghargaan atas jasa mereka. Lewat artikel ini, kita lihat pemberian gelar pahlawan nasional dari periode ke periode pemerintahan.
10 November 2019 jadi hari penting buat enam nama anak bangsa. Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin, Prof dr M Sardjito, KH Abdul Kahar Mudzakkir, A A Maramis, dan KH Masjkur dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keenam nama itu diangkat di bawah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/TK Tahun 2019 setelah melewati seleksi dari 20 nama calon pahlawan nasional yang diajukan.
Nama pertama, Ruhana Kuddus adalah wartawan perempuan pertama di Indonesia. Ruhana juga mendirikan sekolah Kerajinan Amaia Setia (KAS) di kampung halamannya di Kotagadang, Sumatera Barat. Sekolah itu berfokus pada pengembangan keahlian anak-anak perempuan.
Selain itu, Ruhana juga dikenal sebagai pendiri surat kabar Soenting Melajoe pada Juli 1912 setelah lama mengabdi di surat kabar Oetoesan Melajoe yang terbit sejak 1911. Posisi itu menjadikannya perempuan pertama yang mendirikan surat kabar di Indonesia.
Sultan Himayatuddin adalah pemimpin Kesultanan Buton yang terletak di Pulau Buton, sebelah tenggara Pulau Sulawesi. Sultan La Karambau yang bergelar Sultan Himayatuddin Ibnu Sultaani Liyaauddin Islamail itu dikenal sebagai pemimpin yang amat mencintai keadilan.
Sang Sultan terusik ketika VOC Belanda secara sepihak membatasi pelayaran orang Buton dan membebaskan pajak bagi kapal VOC yang berlabuh di Pelabuhan Buton. Jiwanya semakin memberontak ketika VOC menghancurkan tanaman rempah di Buton. Ketika dilantik menjadi Sultan Buton ke-20, ia langsung mendeklarasikan penentangan terhadap dominasi VOC.
Prof dr M Sardjito adalah dokter lulusan STOVIA tahun 1915. Pada masa kemerdekaan, Sardjito banyak berjasa mengobati para pejuang kemerdekaan. Ia aktif menyediakan obat-obatan dan vitamin bagi para pejuang.
Selain itu, Sardjito juga membangun pos-pos kesehatan untuk tentara di Yogyakarta dan sekitarnya. Dan jika kamu pernah mendengar "biskuit Sardjito", nama itu diambil dari namanya. Sardjito adalah orang yang mempelopori penciptaan biskuit prajurit untuk tentara Indonesia di masa perang.
Abdul Kahar Mudzakkir adalah salah satu tokoh muslim yang berjasa dalam pendirian sekaligus pengembangan Sekolah Tinggi Islam (STI). Di lembaga pendidikan yang kini bertransformasi menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) itu Sardjito menjabat sebagai rektor hingga tahun 1960. Mudzakkir juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah sekaligus pendiri Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Nama Alexander Andries Maramis dikenal sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia. Maramis aktif dalam keanggotaan BPUPKI dan Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Maramis juga pernah menjabat menteri keuangan. Dari posisi itu, Maramis berperan dalam pengembangan dan pencetakan uang kertas Indonesia pertama atau yang juga dikenal Oeang Republik Indonesia (ORI).
Nama terakhir, KH Masykur. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia di periode 1947-1949 dan 1953-1955. Keterlibatan KH Masykur dalam perjuangan kemerdekaan terjadi pada masa kependudukan Jepang. Seperti dua nama sebelumnya, KH Masykur juga terlibat aktif dalam kegiatan yang dilakukan BPUPKI.
Selain itu, KH Masykur juga tercatat sebagai pendiri satuan Pembela Tanah Air (Peta) yang belakangan bertransformasi menjadi laskar rakyat dan TNI di seluruh Pulau Jawa. Dalam perang 10 November 1945 di Surabaya, nama KH Masykur juga masyhur sebagai pemimpin Barisan Sabilillah.
Pahlawan nasional di setiap rezim
Selain enam nama di atas, rezim Jokowi telah memberi gelar pahlawan nasional kepada 22 nama lain. Jika dihitung dari tiap-tiap rezim, Indonesia telah mencatatkan 185 nama pahlawan nasional. Mereka berlatar belakang dan berasal dari wilayah yang berbeda-beda.
Jika dipecah ke dalam daerah, tiga provinsi di Pulau Jawa jadi penyumbang pahlawan nasional terbanyak. Jawa Tengah adalah yang terbanyak dengan 36 orang. Setelahnya, Jawa Timur dengan 21 dan Yogyakarta yang menyumbang 16 orang.
Data yang dicatat Kementerian Sosial hingga tahun 2014 dan kutipan pemberitaan media massa hingga 2019 mencatat nama Soeharto sebagai presiden yang paling banyak memberikan gelar pahlawan nasional. Sejak awal memerintah hingga rezim Orde Baru yang ia pimpin runtuh, Soeharto telah memberikan gelar pahlawan nasional kepada 68 tokoh bangsa.
Setelah Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jadi presiden kedua yang paling banyak memberi gelar pahlawan nasional. Tercatat, ada 39 tokoh yang diberi gelar pahlawan nasional di sepanjang pemerintahan SBY. Setelah SBY, presiden pertama Sukarno jadi pemberi gelar pahlawan nasional paling banyak. Sepanjang Orde Lama, Sukarno memberi gelar pahlawan nasional pada 36 tokoh.
Pada rezim selanjutnya, BJ Habibie memberi delapan gelar, sama dengan jumlah gelar pahlawan yang diberikan pemerintahan Megawati Sukarnoputri. Sementara, pemerintahan yang paling sedikit memberikan gelar pahlawan adalah Abdurrahman Wahid atau Gus Dur: satu orang.
Negeri kaya pahlawan
Meski masih banyak nama yang terlupakan, Indonesia sejatinya adalah negara dengan jumlah pahlawan nasional terbanyak di dunia. Sejarawan Asvi Warman Adam pernah mengungkap pandangan soal ini. Menurutnya, banyaknya jumlah pahlawan adalah modal untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa di masa-masa mendatang.
"Indonesia ini sebuah negara yg besar dengan 250 juta penduduk. kalau kita punya 250 pahlawan itu artinya satu orang jadi contoh teladan untuk 1 juta orang lain. Jadi silakan saja diperbanyak jumlah pahlawan kita," kata Asvi dalam sebuah diskusi publik yang ditulis suara.com, silam.
Negara lain yang juga memiliki jumlah pahlawan nasional cukup banyak adalah Amerika Serikat (AS). Namun, tetap saja angkanya jauh di bawah jumlah pahlawan nasional di Indonesia. Mengutip situs nasional resmi AS, nps.gov, Negeri Paman Sam hanya mencatatkan 52 nama sebagai pahlawan nasional.
Menurut Wineburg dan Monte-Sano dalam Journal of American History (2008), orang yang dianggap sebagai pahlawan di AS adalah mereka yang terdepan dalam memperjuangkan hak, meringankan kesengsaraan, memperbaiki ketidakadilan, dan menggaungkan kebebasan. Tokoh pejuang hak masyarakat sipil macam Martin Luther King, contohnya.
Sementara, negeri yang terbilang amat sedikit memberikan gelar pahlawan nasional adalah Filipina. Pemerintah Mutiara Laut Orien tercatat hanya memberikan dua gelar pahlawan nasional kepada Jose Riza dan Andres Bonifacio. Jose Rizal adalah pejuang revolusioner yang menuntut kemerdekaan politik warga Filipina.
Seperti Jose Rizal, Andres Bonifacio juga dikenal sebagai tokoh revolusioner Filipina. Ia adalah pendiri Katipunan, yakni sebuah perkumpulan rahasia yang bertujuan memerangi pendudukan Spanyol pada masa penjajahannya di Filipina.
Meski begitu, sejatinya ada sembilan nama yang sebelumnya dinominasikan sebagai pahlawan nasional filipina. Namun, hanya nama Jose Rizal dan Andres Bonifacio yang diresmikan. Hingga hari ini, pemerintah Filipina menjadikan tanggal kematian kedua tokoh itu sebagai hari libur nasional.
Artikel Selanjutnya: "Gelar Pahlawan Nasional dalam Selubung Politisasi Abadi"