Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat menjanjikan akan membayar hingga 10 juta dolar AS (144 miliar rupiah) untuk informasi tentang aktivitas kriminal melalui jaringan komputer terhadap infrastruktur penting di negara itu.

Penjahat dunia maya sering memanfaatkan celah keamanan untuk mengendalikan sistem komputer. Mereka kemudian meminta sejumlah besar uang tebusan,  seringkali jutaan dolar, untuk mengembalikan kendali sistem kepada pemiliknya. Ini dikenal sebagai tebusan. Pemerintah AS percaya para penjahat ini melakukan usaha mereka tanpa takut ditangkap di Rusia dan beberapa negara lain.

Terkadang pemerintah AS menjadi target serangan siber, tetapi di lain waktu, perusahaan swasta yang penting bagi perekonomian AS juga menjadi korbannya.

Misalnya, serangan awal tahun ini terhadap Colonial Pipeline mengganggu pekerjaan dan perjalanan aliran minyak dan gas selama sekitar satu minggu di bagian timur AS. Kelompok kriminal menggunakan perangkat lunak yang dikenal sebagai ransomware untuk mengendalikan sistem komputer pipeline. Mereka kemudian melepaskan kendalinya atas sistem komputer yang disandera setelah mendapatkan pembayaran lebih dari 4 juta dolar AS (. Sebagian besar uang itu kemudian ditemukan kembali oleh Biro Investigasi Federal (FBI) AS.

REvil, kelompok kriminal lain yang berbasis di Rusia, meluncurkan serangan ransomware pada 2 Juli terhadap lebih dari 1.000 organisasi dan bisnis di seluruh dunia. Setelah kelompok itu menghilang, seorang pejabat administrasi di AS, tidak menyebut jika pihak merekalah yang membuat kelompok itu pergi. Sementara seorang pejabat Rusia mengatakan bahwa dia tidak tahu tentang kelompok itu.

Beberapa pakar kejahatan dunia maya, berpikir REvil mungkin telah menghilang untuk menghindari pejabat AS. Pemerintahan Presiden Joe Biden kini mulai mendidik bisnis dan individu tentang cara menjaga keamanan sistem komputer mereka melalui situs web baru bernama stopransomware.gov. Departemen Keuangan AS mengatakan akan bekerja sama dengan bank dan perusahaan teknologi untuk menghindari menjadi korban serangan ransomware.