Antisipasi Hoaks, Generasi Muda Didorong Gunakan Media Sosial dengan Bijak
Ilustrasi Medsos (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Rulli Nasrullah mengingatkan, generasi muda perlu bersikap dewasa dalam menggunakan media sosial untuk menghindari paparan intoleransi dan informasi palsu (hoax).

Menurut Rulli, generasi muda, terutama Generasi Z, memiliki kecenderungan psikologis yang labil, sehingga penyebaran berita palsu dan kebencian di dunia maya dapat dengan mudah mempengaruhi mereka.

Oleh karena itu, sebagai pakar media sosial, Rulli mendorong kaum muda untuk meningkatkan kesadaran mereka dalam menggunakan media sosial.

"Solusi terbaik adalah melakukan introspeksi diri untuk mempercepat kedewasaan dan memahami dengan baik tujuan mereka saat menggunakan media sosial," ujar Rulli dikutip ANTARA, Sabtu 4 November.

Rulli menyatakan, kekhawatirannya terhadap penyebaran hoax, ujaran kebencian, dan intoleransi terhadap kelompok tertentu yang dibungkus dengan konteks politik, terutama menjelang Pemilu 2024. Hal ini dapat mengakibatkan pencemaran nama baik tokoh atau figur tertentu.

Menurut Rulli, penerimaan terhadap berita palsu dan intoleransi sangat tergantung pada individu itu sendiri. Dalam beberapa kasus, generasi muda lebih mudah percaya pada berita palsu dan intoleransi karena konten negatif tersebut tersebar melalui lingkaran pergaulan mereka.

Rulli menekankan perlunya upaya untuk mencegah orang atau kelompok yang terpapar konten negatif agar tidak melanggar hukum.

"Bagaimanapun buruknya orang tersebut, ketika agamanya diserang atau di-framing dengan negatif, maka reaksi emosionalnya akan muncul," tambahnya.

Rulli juga mengatakan, studi tentang cara melawan berita palsu dan intoleransi telah tersebar luas. Masyarakat dapat proaktif memperoleh informasi tersebut, baik melalui pendidikan formal maupun internet.

Dia mengapresiasi upaya pemerintah, termasuk pembentukan tim khusus di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyusun panduan literasi digital di sekolah, yang ditujukan untuk guru, murid, dan orang tua.

Kementerian Informasi dan Komunikasi juga telah merancang etika bermedia sosial yang disosialisasikan secara daring maupun luring. Lebih lanjut, banyak lembaga nonpemerintah juga turut berpartisipasi dalam upaya memberantas informasi palsu dan intoleransi.

Rulli menegaskan bahwa proses pemeriksaan fakta telah dilakukan oleh banyak pihak, bukan hanya pemerintah, termasuk pelatihan langsung dari Google mengenai cara memverifikasi informasi yang beredar di internet.

"Jadi, pemeriksa fakta ini dilakukan oleh berbagai pihak. Bukan hanya pemerintah, tetapi banyak lembaga swasta juga peduli terhadap keabsahan informasi yang beredar di ruang publik Indonesia," kata Rulli.