Bagikan:

JAKARTA - ByteDance induk perusahaan dari aplikasi TikTok memangkas lebih dari 2.000 karyawannya di India. Langkah tersebut diambil setelah India melakukan blokir permanen pada TikTok dan 58 aplikasi China lainnya.

Pemberitahuan itu disampaikan dalam memo internal perusahaan TikTok, menyusul tanggapan dari perusahaan-perusahaan yang diblokir pemerintah India terkait isu kepatuhan dan privasi. 

Larangan itu dimulai tahun lalu ketika ketegangan politik antara India dan China meningkat di perbatasan yang disengketakan.

"Kami awalnya berharap situasi ini akan berumur pendek... kami melihat itu tidak terjadi," tulis ByteDance dalam memo perusahaan sebagaimana dikutip Reuters, Kamis, 28 Januari.

"Kami tidak dapat secara bertanggung jawab tetap memiliki jumlah staf penuh sementara aplikasi kami tidak beroperasi... kami tidak tahu kapan kami akan kembali ke India," ByteDance menambahkan.

Dalam pernyataannya, ByteDance mengatakan kecewa karena belum menerima arahan yang jelas tentang bagaimana dan kapan aplikasinya dapat diaktifkan kembali. Tidak disebutkan berapa banyak karyawan yang akan kehilangan pekerjaan mereka.

Sebelum blokir, India menjadi salah satu pasar terbesar TikTok, dan ByteDance, pada 2019, telah merencanakan untuk menginvestasikan 1 miliar dolar AS di India.

Saat blokir tahun lalu, pemerintah India menggambarkan bahwa aplikasi tersebut merugikan "kedaulatan dan integritas India." Langkah itu dilakukan menyusul bentrokan dengan pasukan China di perbatasan Himalaya yang disengketakan, yang menewaskan 20 tentara India.

Di Amerika Serikat, pemerintahan Trump memerintahkan ByteDance untuk mendivestasikan TikTok dengan alasan masalah keamanan nasional, dan berusaha untuk memberlakukan pembatasan yang secara efektif akan melarang penggunaannya.

TikTok juga berada di bawah pengawasan di Australia untuk segala risiko yang mungkin ditimbulkannya kepada pengguna, seperti potensi gangguan asing dan masalah privasi data.