JAKARTA - Hingga saat ini, muasal COVID-19 masih jadi perdebatan panas, baik dalam lingkup akademik maupun politik. Di masa awal pandemi, banyak orang percaya jika virus ini menyebar dari pasar di Wuhan, China. Hanya saja, muncul pula teori yang menyatakan bahwa virus corona muncul lebih awal dan berasal dari luar China.
Simpang siur kabar itulah yang akhirnya memicu kemunculan berbagai teori konspirasi seputar virus ini. Dan di tengah kondisi yang masih belum jelas ini, sekelompok peneliti dari IMT School for Advanced Studies menggunakan data Twitter untuk melacak sumber virus corona.
“Baru-baru ini, media sosial mulai mendapatkan peran penting sebagai pelengkap sistem pengawasan untuk memantau epidemi serta membagikan informasi dan keputusan dari pejabat atau pakar kesehatan masyarakat,” tulis para peneliti lewat laporan yang diterbitkan jurnal Nature, Senin, 25 Januari.
Dalam penelitian berjudul Early warnings of COVID-19 outbreaks across Europe from social media, para peneliti menganalisa data Twitter sebelum pandemi mulai menyebar pada akhir tahun 2019. Penelitian tersebut mengumpulkan cuitan warganet dengan kata kunci tertentu yang berhubungan dengan gejala infeksi virus corona.
“Lebih spesifik, kami menganalisa kata kunci pneumonia karena dua alasan: (1) pneumonia adalah gejala paling parah yang disebabkan COVID-19; dan (2) data musim flu pada tahun 2020 lebih ringan dibandingkan tahun sebelumnya,” terang para peneliti.
Kemudian, data Twitter dengan kata kunci tertentu diambil dari sejumlah negara. Hingga akhirnya penelitian untuk mendapati adanya peningkatan kasus pneumonia beberapa pekan sebelum infeksi pertama diumumkan secara resmi oleh pemerintah.
Di samping itu, penelitian ini juga mendapatkan fakta lain yang tak kalah menarik. Diketahui bahwa kemunculan para whistle blower (pelapor tindak pidana) berasal dari wilayah yang secara geografis menjadi titik awal penyebaran virus corona.
“Pendekatan infodemiologi yang kami lakukan dalam mempelajari penyebaran COVID-19 di seluruh Eropa bisa membantu penentu kebijakan untuk mengidentifikasi, membatasi geografi penyebaran, serta mengelola rantai infeksi secara lebih baik,” tegas peneliti.
BACA JUGA:
Apakah Penelitian Ini Bisa Diandalkan?
Di satu sisi, bukti yang disertakan dalam penelitian bisa menunjukkan secara pasti bagaimana rantai penyebaran virus korona. Memanfaatkan data yang diberikan Twitter serta penghitungan model statistik yang tepat mampu menunjukan hal tersebut.
Di sisi lain, seperti kita tahu, bahasa Twitter merupakan bahasa anekdot. Lebih banyak informasi bersifat gurauan ketimbang informasi faktual yang disampaikan pengguna.
Selain itu, perlu dicatat pula jika penelitian tersebut membatasi kajiannya seputar Eropa saja. Sehingga, masih dibutuhkan penelitian dengan metode sejenis yang dilakukan dari beberapa wilayah untuk bisa benar-benar mendapatkan kesimpulan yang paripurna.
Sehingga, penulis pun menyarankan agar Anda jangan mengambil kesimpulan terlebih dulu. Selain fakta bahwa ada kajian menarik yang dilakukan para peneliti demi menguak sumber virus yang menyebabkan pandemi selama hampir setahun ini.