JAKARTA - Berdasarkan Hasil Pengukuran yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo dan Digitalent mengungkapkan bahwa skor Indeks Masyarakat Digital di Indonesia adalah 37,8.
Artinya, menurut Kepala Badan Litbang SDM Kominfo Hary Budiarto, saat ini masyarakat digital di Indonesia sudah cukup terampil dalam menggunakan perangkat digital, namun masih belum produktif.
Meski demikian, seperti yang diketahui sebelumnya, salah satu suku di Indonesia yakni suku Badui Dalam sempat menolak masuknya jaringan internet ke wilayah mereka, dengan alasan untuk melestarikan budaya masyarakat di sana.
Mengenai penolakkan masuknya internet ke wilayah di Indonesia, Hary Budiarto mengatakan bahwa Kominfo tetap memberikan edukasi terkait penggunaan internet di wilayah tersebut.
"Kita sudah coba (pengenalan internet), tapi bukan di Badui. Nah, kami mencoba di Simalungun, di sana kan ada Orang Rimba namanya. Mereka kami ajarkan membuat gambar menggunakan komputer, dan mereka bisa," kata Hary di Jakarta, usai acara Grow with Google pada Kamis, 15 Juni.
Menurutnya, penolakkan jaringan internet yang terjadi di suku Badui Dalam, salah satu suku yang berada di provinsi Banten adalah karena adanya faktor lain.
BACA JUGA:
"Mungkin ya, kalau di Badui itu, sebenarnya kan kalau sinyal internet itu nggak mungkin ganggu kan. Mereka juga nggak tahu ada sinyal hp atau nggak di sana, kan mereka nggak punya hp. Jadi, ya kalau menurut saya sih itu masalah politik sih," ujarnya kepada awak media.
Karenanya menurutnya, kalau penolakan itu terjadi karena masalah teknologi, masyarakat di sana tidak akan mengetahui ada atau tidaknya jaringan internet di wilayah mereka tanpa adanya ponsel.
"Seseorang itu tidak mungkin bisa tahu kalau sinyal itu masuk ke sana atau nggak, karena dia nggak punya hp. Karena kalau mereka punya hp kan, kalau internetnya dimatikan, ya marah-marah. Tapi kalau di Badui Dalam mereka bisa tahu internet masuk ke sana itu dari mana, kan gitu," jelasnya.
Jadi, Hary mengklaim bahwa masalah yang sedang terjadi di Badui itu bukanlah masalah teknologi, melainkan masalah dari faktor lainnya.