Literasi Digital Menjadi Bahasan Indonesia di WSIS Forum 2023 Swiss
Foto: Kemenkominfo

Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) melalui Koordinator Literasi Digital, Rizki Ameliah menjelaskan mengenai peran pemerintah Indonesia, utamanya Kemenkominfo dalam mewujudkan inklusivitas digital.

Menurutnya, sejalan dengan beberapa negara yang juga berfokus pada transformasi digital, hal tersebut juga telah dilakukan oleh Indonesia.

“Urgensi yang dilakukan dalam mewujudkan transformasi digital adalah melalui program literasi digital yang telah berjalan selama beberapa tahun. Kami di Indonesia sudah mempersiapkan infrastruktur serta kebijakannya,” kata Rizki dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu, 26 Maret.

Rizki menambahkan bahwa, program ini diinisiasi oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tahun 2021. Terdapat empat pilar yang menjadi tolok ukur bagi ketercapaian program tersebut, yaitu Kecakapan Digital, Budaya Digital, Etika Digital, dan Keamanan Digital. Berkolaborasi dengan berbagai pihak swasta yang memperhatikan pentingnya inklusivitas digital.

“Melalui literasi digital, kami juga sudah melakukan beberapa upaya untuk membantu terwujudnya inklusivitas, contohnya adalah membuat pelatihan literasi digital bagi penyandang disabilitas,” tambah Rizki.

Di kesempatan tersebut, hadir pula Elaine Laird selaku wakil dari sektor swasta, Logitech. Elaine menjelaskan mengenai inklusivitas yang telah dilaksanakan oleh perusahaannya, yaitu dengan mewujudkan ekosistem kerja yang ramah bagi setiap kelompok dalam perusahaan.

“Untuk mewujudkan ini, kami melakukan partnership, salah satunya membuat aturan di mana pekerja perempuan dan pekerja laki-laki berjumlah sama, sebagai dukungan untuk mewujudkan kesetaraan gender,” jelas Elaine.

Bukan hanya itu, Logitech juga membuat kampanye yang berfokus pada pekerja perempuan, di mana kampanye tersebut bertujuan mendorong para perempuan untuk mendalami dunia teknologi. World Bank Group melalui Michael Kende selaku Digital Development Specialist juga turut hadir dalam acara tersebut.

Michael menanggapi isu-isu mengenai adanya beberapa perusahaan di dunia yang belum cukup berupaya untuk mewujudkan inklusivitas digital. Menurutnya, perusahaan teknologi harus menyadari adanya beberapa kelompok yang memiliki keterbatasan dalam mendapatkan haknya, khususnya terhadap ruang digital.

Michael juga menyinggung mengenai beberapa daerah di dunia yang hanya memiliki sinyal 3G, di mana hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam persamaan akses.

“Dengan adanya gap semacam ini, perusahaan secara ekonomi seharusnya menjadi lebih bersemangat untuk melakukan pengembangan, bukan hanya mengejar keuntungan. Dengan begitu, secara tidak langsung perusahaan akan mewujudkan kesetaraan hak dalam mengakses ruang digital,” jelas Michael.