Bagikan:

JAKARTA - Ericsson dilaporkan akan menjadi peserta terbaru dalam rentetan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri teknologi, karena pembuat peralatan telekomunikasi itu berencana memangkas sekitar 1.400 pekerjanya di Swedia dan negara lain.

Orang-orang yang mengetahui pengumuman tersebut mengklaim, dalam beberapa hari mendatang, ribuan karyawan akan di PHK di berbagai negara.

PHK sebesar ini di Ericsson terjadi setelah hampir 6 tahun, seperti pada 2017 ketika perusahaan mem-PHK ribuan karyawan dan fokus pada penelitian untuk menarik perusahaan kembali dari kerugian.

Keputusan baru ini diambil akibat permintaan peralatan 5G yang melambat secara global, terutama di pasar dengan margin tinggi seperti Amerika Serikat (AS).

Perusahaan telekomunikasi itu berharap untuk menghemat 870 juta dolar AS akhir tahun ini, yang kemungkinan akan berlanjut dengan mengurangi biaya overhead seperti ruang kantor, dan berpisah dengan beberapa karyawannya alias PHK.

"Ini berbeda dari geografi ke geografi, ada yang mulai sekarang, dan kami akan mengambilnya unit demi unit, mengingat undang-undang perburuhan di berbagai negara," Chief Financial Officer Ericsson, Carl Mellander kepada Reuters yang dikutip Rabu, 22 Februari.

Ericsson memperkirakan penurunan margin dalam bisnis Jaringan akan bertahan hingga paruh pertama 2023, dan efek dari tindakan penghematan biaya diklaim akan terlihat pada kuartal kedua.

Seorang juru bicara Ericsson juga mengatakan, perusahaan telah menyelesaikan negosiasi dengan serikat pekerja Swedia, dan PHK akan dilakukan melalui program sukarela, yang sedang dalam proses peluncuran ke karyawan melalui manajer dalam beberapa hari mendatang.

Sebagai informasi, Ericsson hanyalah yang terbaru dalam tren yang tidak menguntungkan yang telah membuat perusahaan teknologi besar mengurangi jumlah karyawan mereka dan mengambil langkah-langkah pemotongan biaya lainnya.

Sejumlah perusahaan teknologi besar lainnya telah mengumumkan pemotongan antara 5 hingga 10 persen dalam beberapa bulan terakhir, dengan beberapa bahkan mendorong angka tersebut lebih tinggi, seperti Meta, Google, Amazon, Twitter dan Microsoft.