JAKARTA - Setiap hari, orang-orang membuka YouTube untuk mencari hiburan, belajar hal baru, bahkan menggeluti hobi dan minat mereka.
Di YouTube, semua orang dapat menemukan berbagai macam konten yang mereka inginkan. Sementara itu, karena terdiri dari kreator yang di seluruh negeri, YouTube pun mencerminkan keberagaman Nusantara.
Dalam sebuah laporan yang dibuat oleh Oxford Economics, Director of Economic Consulting Asia James Lambert mengatakan, pada tahun 2021 ekosistem kreatif YouTube berkontribusi Rp7.5 triliun untuk PDB Indonesia dan mendukung lebih dari 200.000 pekerjaan setara purna waktu di berbagai bidang ekonomi.
Ketika saluran tersebut bertambah besar, demikian pula jumlah kru yang direkrut dalam produksi konten. Ekosistem kreatif di Indonesia pun menjadi lebih kuat, dan hal ini berdampak positif pada lapangan kerja dan PDB nasional.
Di Indonesia, YouTube dapat membantu UKM menunjukkan produk dan layanan mereka kepada orang-orang yang tepat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Sebagai tempat belajar bagi siapapun untuk mencari informasi, platform ini membantu lebih banyak orang di seluruh Indonesia memperbaiki taraf hidup dan mengoptimalkan potensi.
"Kami harap pertumbuhan yang bermakna ini dapat berdampak bagi masyarakat Indonesia serta mendukung pemerintah untuk menciptakan 4,4 juta lapangan pekerjaan di sektor ekonomi kreatif hingga tahun 2024," kata Lambert dalam acara Google for Indonesia (G4ID) 2023 beberapa waktu lalu, dikutip .
Lambert menambahkan, YouTube juga dapat mengurangi kesenjangan dengan memungkinkan bisnis apapun, baik di metropolitan maupun di pedesaan untuk membuat channel tanpa biaya dan berpeluang menghasilkan pendapatan.
BACA JUGA:
Di samping kepentingan bisnis, masyarakat Indonesia bisa mendapatkan informasi tentang topik penting, seperti pemilu, dan konten kesehatan resmi, termasuk COVID-19, di YouTube.
Selama momen seperti Ramadan, YouTube adalah sumber informasi yang berguna bagi masyarakat Indonesia, terutama untuk mencari resep menu berbuka puasa.
Sebagai catatan, laporan ini dilakukan oleh Oxford Economics melalui kombinasi wawancara kuantitatif dan kualitatif, serta 3 survei anonim yang dilakukan dengan lebih 3.000 penonton Indonesia, lebih 3.000 kreator, dan lebih dari lebih 500 bisnis.
Survei ini mencakup penonton dari berbagai latar belakang sosial ekonomi, juga bisnis dan kreator/kanal dengan jumlah subscribers beragam (contohnya: mulai dari yang memiliki <500 hingga >5 juta subscribers) di Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan Sulawesi).