JAKARTA – Republik Afrika Tengah berambisi menjadi hub kripto di Afrika. Setelah melegalkan Bitcoin sebagai opsi pembayaran beberapa waktu lalu, Presiden Faustin-Archange Touadéra dan jajarannya meluncurkan Sango Coin. Investor Sango Coin dijanjikan mendapat tanah dan kewarganegaraan di negera tersebut.
Namun, upaya tersebut tidak akan berjalan dengan mulus. Baru-baru ini, pengadilan telah memberi putusan terkait penawaran kewarganegaraan sepenuhnya kepada investor Sango Coin. Pengadilan menyatakan bahwa “kewarganegraan tidak memiliki inilai pasar.”
Karenanya, pemerintah Presiden Faustin-Archange Touadéra diiharuskan untuk berhenti menjanjikan investor yang membeli Sango coin senilai 60.000 dolar AS. Selain itu, pengadilan mengatakan tawaran pemerintah atas tanah dan akses ke mineral seperti emas kepada pembeli Sango Coin tidak konstitusional.
BACA JUGA:
Respon Pemerintah Terkait Putusan Pengadilan
Pemerintahan Presiden Faustin-Archange Touadéra merespon putusan tersebut dengan menyatakan bahwa mereka menghormati keputusan pengadilan. Salah satu juru bicara kepresidenan Republik Afrika Tengah, Albert Yaloke Mokpeme, menjelaskan saat ini pemerintah akan mencari cara lain untuk memberikan penghargaan kepada pemilik Sango Coin.
“Kami menghormati keputusan pengadilan dan kami sekarang mencari cara lain untuk menawarkan tanah dan kewarganegaraan kepada investor,” kata Mokpeme dikutip dari Bitcoin News.
Pada saat penulisan, Presiden Touadéra, yang secara teratur men-tweet tentang ambisi pemerintahnya, belum mengeluarkan pernyataan. Di sisi lain, situs web yang melacak penjualan Sango Coin menunjukkan bahwa ada lebih dari 194 juta koin yang tidak terjual lebih dari sebulan setelah token tersebut diluncurkan.
Dengan adanya putusan tersebut, upaya pemerintahan Touadéra tampaknya tidak sejalan. Kendati begitu, Republik Afrika Tengah telah menunjukkan minatnya pada cryptocurrency.