JAKARTA –Indonesia telah sukses melakukan uji terbang pesawat CN235-220 FTB. Pesawat milik PT Dirgantara Indonesia ini terbukti mampu dengan menggunakan campuran bahan bakar nabati (BBN) di dalam avtur (bioavtur) sebesar 2,4% pada Oktober 2021.
Bioavtur ini merupakan campuran minyak inti sawit refined bleached degummed palm kernel oil (RBDPKO) dengan menggunakan katalis "merah putih" buatan ITB, dan diproduksi di Kilang Cilacap Pertamina. Hasil pencampuran 2,4% bioavtur ini dinamakan Jet Avtur 2,4 (J2.4). Biofuel ini ke depannya akan ditingkatkan.
Kesuksesan itu menarik pabrikan pesawat Amerika Serikat (AS), Boeing, untuk menggunakan sumber bahan bakar pesawat terbarukan (biofuel) crude palm oil (CPO) dari Indonesia.
Hal itu disampaikan Senior Vice President Boeing, Michael A. Arthur saat bertemu dengan Menteri Perhubungan, Budi Karya di Changi Aviation Summit, Rabu, 18 Mei.
"Mereka akan membentuk tim untuk mempelajari penggunaan CPO, bukan hanya yang segar, namun, juga yang sisa-sisa (jelantah) untuk digunakan sebagai bahan bakar," kata Dirjen Perhubungan Udara, Novie Riyanto kepada awak media.
Menurut Novie, Boeing, akan mengajak pabrikan mesin pesawat seperti General Electrics (GE), untuk melakukan penelitian tentang CPO untuk menjadi avtur.
Bahan bakar pesawat terbarukan atau biofuel yang dibuat dari CPO, atau sisa minyak goreng, memang sedang diteliti penggunaannya oleh pabrikan pesawat seperti Boeing dan Airbus. Boeing telah menyatakan komitmennya untuk menggunakan 100 persen bahan bakar pesawat terbarukan pada 2030 nanti.
Kini sejumlah uji coba telah dilakukan. Misalnya pada 2009 bersama maskapai Air New Zealand, di mesin CFM pesawat B747. Pada 2018, Boeing ecoDemonstrator, sebuah pesawat tes Boeing untuk program ramah lingkungan, juga melakukan penerbangan komersil menggunakan bahan bakar terbarukan menggunakan pesawat kargo B777 FedEx Express.
Industri penerbangan dunia juga telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebanyak 50 persen (dari level emisi 2005) pada 2050. Pesawat-pesawat buatan pabrikan diharapkan bisa terbang 100 persen menggunakan biofuel sebelum 2050. Ini tentu sebuah peluang besar bagi Indonesia sebagai produsen terbesar CPO dunia.
BACA JUGA:
Menurut penelitian US Department of Energy, biofuel bisa mengurangi emisi karbon CO2 hingga 80 persen. Bahkan berpotensi mencapai 100 persen di masa depan. Indonesia sendiri sudah menerapkan Biodiesel 30 sebagai bahan bakar komersial di Tanah Air.
Hanya Eropa saat ini masih memandang biofuel tidak ramah lingkungan, sebab dengan bertambahnya kebutuhan, maka dikhawatirkan akan terjadi banyak deforestasi, pengalihan fungsi hutan menjadi kebun sawit.
Menanggapi kampanye negatif ini, Dirjen Hubud Novie Riyanto mengatakan pihaknya akan terus berkomunikasi dengan Eropa. Pihaknya ingin meyakinkan bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil langkah mitigasi yang baik. "Contohnya penanaman satu miliar mangrove, kami juga mengganti lahan sawit dengan hutan-hutan baru," kata Novie.