JAKARTA – Penipuan kripto yang memanfaatkan aplikasi kencan online kian menjamur di tengah pandemi global. Para penipu atau scammer melancarkan aksinya dengan meniru Leviev yang memanfaatkan aplikasi cari jodoh di film Tinder Swindler. Bersamaan dengan itu, film dokumenter tersebut mulai meledak di pasaran.
Kendati demikian, sebagian orang mendapatkan pasangan lewat aplikasi cari jodoh, tidak sedikit pula yang menjadi korban penipuan seperti yang dialami oleh perempuan bernama Tho Vu (33 th) sebagaimana dilansir dari Cryptopotato.
Mulanya, di salah satu aplikasi cari jodoh, Vu jatuh cinta dengan sosok misterius bernama Ze Zhao. Selama beberapa bulan Vu dan Zhao saling berkirim pesan, bahkan keduanya merencanakan pernikahan dan bulan madu.
Sayangnya, pria bernama Ze Zhao itu hanya berpura-pura mencintai Vu. Dia berhasil mendapatkan Bitcoin senilai 300.000 dolar AS (setara Rp4,3 miliar) dari perempuan berusia 33 tahun tersebut.
Dalam kasus terpisah di WhatsApp, scammer lain memikat produser media sosial berusia 24 tahun – Niki Hutchinson – untuk menginvestasikan 300.000 dolar AS dalam aset digital. Yang terjadi kemudian, Huchinson tak pernah melihat uang itu lagi.
Ketika berkenalan dengan Tho Vu, Ze Zhao mengaku berprofesi sebagai seorang arsitek dari China yang ditugaskan ke Maryland, Amerika Serikat. Setelah mengirim pesan, dia memanggil Vu dengan panggilan “malaikat kecil”. Zhao berjanji akan menemui Vu bersama keluarganya jika pandemi berakhir.
Setelah Zhao mengetahui korban sangat menyukainya, dia mengalihkan topik pembicaraan ke Bitcoin dan aset kripto lainnya. Selanjutnya, penipu tersebut menegaskan bahwa dia bekerja di layanan pelanggan untuk sebuah perusahaan sekuritas dan mendesak wanita itu untuk menginvestasikan tabungannya ke sebuah bursa crypto yang meragukan. Zhao berjanji bahwa investasi itu akan mereka gunakan untuk menikah dan berbulan madu.
“Saya sering mendengar tentang kripto di berita-berita. Saya penasaran, dan dia sebenarnya sangat berpengetahuan tentang seluruh proses trading,” ujar Vu.
BACA JUGA:
Beberapa pekan setelahnya, korban menguras hampir seluruh tabungannya dan mengirim Bitcoin senilai lebih dari 300.000 dolar AS ke sebuah akun di bursa kripto OSL Hong Kong. Pada awalnya, platform tersebut tampak meyakinkan dan menyediakan dukungan pelanggan online 24/7.
Namun, tak lama setelah itu, Zhao memutus komunikasi dengan korban. Alih-alih memulai hidup bersama, Vu menyadari bahwa uang yang dia kirim tidak masuk ke akun exchanger kripto tetapi ke dompet digital scammer.
“Saya pikir saya mengenalnya. Semuanya bohong,” sesalnya.
Penipuan Kripto Berkedok Asmara
Menurut Federal Trade Commission (FTC), penipuan asmara mengakibatkan kerugian sebesar 139 juta dolar AS (sekitar Rp1,9 triliun) pada tahun 2021, sementara individu yang ditipu lebih dari 56.000. Penipuan cryptocurrency menyumbang lebih dari 1.800 kasus tersebut. Jane Lee – seorang peneliti di firma pencegahan penipuan online Sift – memberikan argumennya mengapa ada peningkatan penipuan semacam itu.
“Orang-orang kesepian karena pandemi, dan kripto (adalah topik) sangat panas saat ini, Kombinasi keduanya benar-benar membuat ini penipuan yang berhasil.”
Salah satu korban tahun lalu adalah Niki Hutchinson, warga Tennessee. Wanita berusia 24 tahun itu mengunjungi seorang teman di California ketika dia merasa cocok dengan seorang pria bernama Hao. Yang terakhir mengatakan dia bekerja di industri fashion.
Begitu dia kembali ke Tennesse, keduanya mulai mengirim pesan di WhatsApp. Dia memberi tahu Hao bahwa dia lahir di China, tetapi kemudian keluarga Amerika mengadopsinya. Pria itu mengaku bahwa dia berasal dari provinsi yang sama dengan Hutchinson. Mencoba untuk memenangkan simpatinya, dia mulai memanggilnya “saudara perempuan”, ini ditujukan seolah-olah dia adalah saudara laki-lakinya.
Mereka bahkan melakukan panggilan video satu kali, di mana Hao hanya menunjukkan sebagian wajahnya. “Saya pikir dia pemalu,” ungkap korban.
Begitu dia mengerti bahwa Hutchinson telah mewarisi sekitar 300.000 dolar AS, Hao menyarankannya untuk menginvestasikan dana dalam mata uang kripto. “Dapatkan beberapa perubahan dalam hidup Anda dan dapatkan penghasilan tambahan untuk hidup Anda,” katanya saat itu.
Diyakinkan oleh bahasanya yang persuasif, dia mulai mengirim sejumlah kecil uang ke bursa kripto yang disebut ISAC. Akhirnya, dia menginvestasikan semua dana dan bahkan mengambil pinjaman untuk mengalokasikan lebih banyak.
Beberapa bulan kemudian, Hutchinson mencoba menarik sebagian dana tetapi tidak berhasil. Dia berusaha menghubungi Hao dan tidak kunjung mendapat jawaban. Perempuan itu menyadari bahwa dia telah menjadi korban skema Ponzi mata uang kripto.
Wanita itu saat ini tinggal bersama ayahnya di sebuah kendaraan rekreasi atau RV – salah satu dari sedikit aset yang mereka miliki. Sementara Hutchinson tidak berharap untuk mendapatkan kembali dananya, dia berharap pengalaman buruknya bisa menjadi contoh bagi orang-orang di masa depan.