Kerja Keras Twitter Jelang Pemilu di AS
ilustrasi Twitter (Image Credit: Stocksnap / Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Menjelang pemilihan umum (pemilu) di Amerika Serikat (AS) pada November nanti membuat para media sosial bekerja keras. Salah satunya Twitter, yang telah menetapkan aturan baru untuk memerangi misinformasi di platform-nya.

"Informasi yang salah atau menyesatkan yang menyebabkan kebingungan tentang hukum dan peraturan proses sipil, atau pejabat dan lembaga yang melaksanakan proses sipil tersebut," ungkap Twitter seperti dikutip dari The Verge, Jumat 11 September.

Aturan yang mulai berlaku pada 17 September ini, akan melibatkan pelabelan atau penghapusan cuitan yang terkait kecurangan pemilu atau hasil pemilu yang resmi. Dengan melakukan itu, Twitter ingin melindungi dari penindasan pemilih dan konten yang menyesatkan di platformnya.

Setelah kebijakan baru diterapkan, Twitter akan menambahkan label atau menghapus informasi yang menyesatkan, di mana cuitan itu bermaksud untuk merusak kepercayaan publik terhadap pemilu.

"Klaim yang disengketakan dapat merusak kepercayaan pada proses itu sendiri, misalnya informasi yang belum diverifikasi tentang kecurangan pemilu, gangguan surat suara, penghitungan suara, atau sertifikasi hasil pemilu," ujar Twitter.

Twitter juga menambahkan bahwa klaim menyesatkan termasuk tentang hasil yang dapat menyebabkan gangguan pada pelaksanaan hasil proses tersebut, misalnya mengklaim kemenangan sebelum hasil pemilu disahkan dan menghasut tindakan yang melanggar hukum.

Selain itu, pandemi virus corona yang masih berlangsungnya juga membuat proses penghitungan surat suara dalam pemilu mengalami penundaan. Hal ini pula yang dikhawatirkan terjadinya kecurangan. 

Donald Trump sendiri berulang kali menyuarakan keprihatinannya terkait pemungutan suara melalui surat yang dikirimkan via pos. Ia menyatakan bahwa proses ini rentan terhadap penipuan. Namun, Trump belum memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaimnya.

Lain halnya, Facebook yang juga mulai menyematkan label pada postingan yang mengklaim kemenangan secara tidak resmi. Jejaring sosial milik Mark Zuckerberg itu juga menyatakan mereka tidak akan menerima iklan politik baru seminggu sebelum pemilihan berlangsung, sementara Twitter justru melarang semua iklan politik sejak tahun lalu.