Food Estate dan Tantangan Ketahanan Pangan di Indonesia
Food Estate menjadi program pemerintah untuk meningkatkan hasil panen petani. (Ilustrasi Pixabay)

Bagikan:

Presiden Joko Widodo melihat krisis pangan global sebagai peluang bagi Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia. Tantangan saat ini memerlukan inovasi besar dalam menangani permasalahan tersebut. Presiden Jokowi menekankan perlunya inovasi yang luar biasa dan di luar nalar dalam membangun ekosistem pangan, dengan harapan meningkatkan produktivitas padi menjadi 10-12 ton per hektare.

Konsep Food Estate atau lumbung pangan bertujuan menciptakan ladang subur untuk pasokan pangan nasional dan mengatasi krisis pangan, dengan alokasi dana yang signifikan. Alokasi dana sebesar Rp108,8 triliun menjadi indikasi seriusnya pemerintah dalam menjalankan proyek ini. Namun, implementasi Food Estate sering tidak sesuai ekspektasi, dengan lahan subur yang berubah menjadi sumber bencana, mengungkap kesenjangan antara konsep dan pelaksanaan.

Seperti dimuat di voi.id, pembangunan Food Estate di Kalimantan Tengah dimulai pada tahun 2020, dengan luas awal mencapai 30.000 hektar dari total 1,4 juta hektar. Namun, setelah tiga tahun, yang terjadi adalah kemerosotan dan ketidakpastian. Lahan yang diharapkan menjadi sumber keamanan pangan, kini berpotensi sebagai titik api dan bencana.

Sebelumnya, proyek serupa telah dijalankan pada masa pemerintahan Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun berujung pada kegagalan. Keputusan untuk membuka Proyek Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah menunjukkan kelemahan konsep ini dan dampak buruknya pada ekosistem serta masyarakat.

Gagalnya Food Estate disebabkan oleh pelanggaran terhadap empat pilar pengembangan lahan pertanian skala besar. Menurut pengamat pertanian yang juga guru besar IPB, Dwi Andreas Santosa seperti yang diungkapkan di VOI, tanah yang tidak sesuai, infrastruktur yang kurang memadai, teknologi yang belum matang, dan aspek sosial ekonomi yang diabaikan, semuanya berkontribusi pada ketidakberhasilan proyek ini.

Polemik seputar Food Estate muncul kembali. PDIP dan akademisi mengemukakan pendapat pro dan kontra terkait proyek ini. Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto menyebut kebijakan proyek Food Estate disalahgunakan. Gara-gara kebijakan itu, menurut Hasto, hutan-hutan habis ditebang. Dan bagian dari kejahatan lingkungan. 

Menanggapi kritik terhadap Food Estate, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pembangunan lumbung pangan tidak mudah karena produktivitas tanaman biasanya gagal pada kali pertama. Ia juga menekankan bahwa lumbung pangan penting untuk mengantisipasi krisis pangan dan sebagai cadangan strategis serta untuk ekspor jika ketersediaan pangan melimpah.

Dalam memahami pro dan kontra yang ada, perlu diingat bahwa mencapai ketahanan pangan bukanlah tugas yang mudah. Penting memahami konsep ketahanan pangan yang melibatkan aspek ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan. Solusi yang berkelanjutan dan perhatian pada dampak sosial dan lingkungan menjadi prioritas utama dalam menjaga ketahanan pangan.

Pemerintah perlu merefleksikan kembali konsep Food Estate dengan evaluasi menyeluruh, perhitungan matang, dan perhatian pada aspek sosial serta lingkungan. Ini menjadi penting mengingat harga beras yang melonjak akibat kemarau dan larangan ekspor India. Dalam mencapai tujuan ketahanan pangan, juga harus dihindari pengorbanan ekosistem, masyarakat, dan keseimbangan alam.