Bagikan:

Dugaan kasus transaksi janggal yang kemudian disebut pencucian uang senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia menjadi sorotan setelah diungkap oleh Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Apalagi sempat terjadi perbedaan angka antara Mahfud MD dan Sri Mulyani mengenai jumlah transaksi mencurigakan di Kemenkeu.

Mahfud MD mengklaim bahwa transaksi mencurigakan senilai lebih dari Rp300 triliun yang terjadi sejak 2009. Sementara Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan bahwa total transaksi yang terkait dengan ASN atau PNS di Kemenkeu hanya sebesar Rp3,3 triliun. Dalam keterangannya, kepada anggota DPR, Mahfud menjelaskan bahwa perbedaan angka hanya persepsi saja. Padahal sama. Menkeu melihatnya tidak keseluruhan, sementara Mahfud total. Dan seperti diberitakan VOI, setelah Kemenkeu dan Menko Polhukam melakukan harmonisasi penyajian data transaksi janggal Rp349 triliun, memang tidak ada perbedaan data antara Kemenkeu dan Menko Polhukam/PPATK tentang dugaan pencucian uang. Jumlah yang diungkapkan sama alias tidak ada perbedaan.

Selain perbedaan angka antara Menkopolhukam Mahfud MD dengan Menkeu Sri Mulyani, kasus ini menarik perhatian karena melibatkan jumlah uang yang sangat besar dan sejumlah pihak, termasuk pejabat pemerintah. Mahfud MD, sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, memiliki posisi strategis dalam menangani kasus ini karena berkaitan dengan hukum dan keamanan negara.

Pada rapat dengar pendapat (RDP) di DPR, Mahfud MD dan anggota DPR terlibat debat dan saling ancam. Mahfud MD mendapatkan informasi tentang dugaan pencucian uang di Kemenkeu. Sejumlah politikus serius merespons kasus ini dan mendesak Mahfud MD untuk membongkar transaksi mencurigakan di Kemenkeu dan memastikan pelaku pencucian uang segera ditindaklanjuti.

Kasus dugaan pencucian uang senilai ratusan triliun rupiah di Kementerian Keuangan menjadi bukti bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam memperkuat tata kelola keuangan negara dan mendorong transparansi serta akuntabilitas. 

Namun, bukan hanya Indonesia yang mengalami masalah pencucian uang dan korupsi dalam lembaga negara. Sebuah buku berjudul "Moneyland: Why Thieves and Crooks Now Rule the World and How to Take It Back" karya Oliver Bullough mengungkapkan bahwa masalah ini juga terjadi di seluruh dunia. Buku ini mengungkapkan bagaimana para koruptor, oligarki, dan para penjahat keuangan menggunakan sistem keuangan global untuk menyembunyikan kekayaan mereka dan melindungi diri dari hukum. Buku ini juga membahas tentang bagaimana upaya internasional untuk mengatasi masalah ini belum berhasil sepenuhnya, dan bahkan kadang-kadang dihalangi oleh negara-negara yang sebenarnya menjadi bagian dari masalah ini.

Bullough menyoroti bagaimana banyak dari uang korupsi dan ilegal di seluruh dunia mengalir ke "Moneyland", yaitu wilayah abu-abu global yang tidak diatur oleh negara mana pun. Ini adalah tempat di mana uang dapat disembunyikan, dan para koruptor dan penjahat keuangan dapat melindungi diri dari hukum. Bullough juga menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam sistem keuangan global, dan mengusulkan beberapa solusi untuk mengatasi masalah ini.

Beberapa solusi yang disarankan oleh Bullough adalah meningkatkan kerjasama internasional dalam memerangi kejahatan keuangan, mengejar para koruptor dan penjahat keuangan dengan lebih tegas, dan meningkatkan pengawasan terhadap sistem keuangan global. Selain itu, Bullough juga menekankan pentingnya peran masyarakat dan aktivis dalam memperjuangkan keadilan dan transparansi dalam sistem keuangan global.

Dalam konteks Indonesia, perlu ada upaya untuk meningkatkan transparansi dalam sistem keuangan dan pemerintahan, termasuk dalam hal pencucian uang dan korupsi. Upaya ini dapat dilakukan melalui penerapan undang-undang yang ketat, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum, serta pelatihan dan edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya integritas dan transparansi dalam pemerintahan dan bisnis. 

Namun, upaya ini juga harus diiringi oleh tindakan internasional untuk menangani masalah pencucian uang dan korupsi yang melintasi batas-batas negara. Seperti peningkatan kerja sama antar lembaga keuangan internasional: Lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, IMF, dan FATF dapat berperan dalam membantu negara-negara dalam mencegah, mendeteksi, dan menangani tindak pidana pencucian uang dan korupsi. Lembaga-lembaga ini dapat memberikan pelatihan, bantuan teknis, dan sumber daya lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga keuangan nasional.